Kita selalu mengagumi
kisah-kisah mereka yang berjuang dari si pecundang menjadi pahlawan, from zero to hero. Apresiasi kita
junjung ke tingkat tertinggi bagi mereka yang mampu menjadi pahlawan. Banyak
contoh nyata yang bisa kita sodorkan mengenai mereka yang berjuang dari titik
nol hingga menjadi sukses seperti saat ini. Hal demikian juga telah banyak
dilirik oleh industri film untuk mengangkatnya ke layar lebar. Tentu dengan
pencitraan yang agak berlebihan agar kisah tersebut tidak begitu hambar
dikonsumsi publik dan keuntungan tetap dapat diraih. Sederet film dengan tema from zero to hero dapat dengan mudah
kita sebutkan. Dalam skala nasional ada film Obama Anak Menteng, yang
mengangkat kisah masa kecil Presiden Obama di Jakarta. Dalam skala hollywood
ada Longest Yard, Mighty Duck, Miracle, Sister Act 2, Coach Carter, dan sederet film lainnya.
Film-film seperti ini beberapa didasarkan pada kisah nyata, beberapa merupakan
rekaan saja. Namun alur yang tersaji sepanjang film biasanya serupa; mereka
awalnya dikenal sebagai pecundang, bertemu dengan seseorang yang tepat, dan
berakhir menjadi pemenang.
Menyaksikan film-film
seperti ini beberapa diantara kita mungkin terinspirasi, tetapi jelas semua
merasa terhibur. Kita menyukai proses yang mereka jalankan menuju sukses
tersebut. Saya akan mengemukakan contoh dari salah satu film hollywood berjudul
Coach Carter yang diperankan dengan sangat baik oleh Samuel L. Jackson.
"You save my life, sir. Thank
you." (Timo Cruz)
Film ini terinspirasi
dari kisah nyata. Bercerita tentang pelatih tim basket SMA Richmond, Ken
Carter. SMA Richmond memiliki tim basket yang terkenal tak berkualitas sejak
beberapa tahun belakangan. Pelatih Carter diminta untuk menggantikan pelatih
basket sebelumnya di Richmond. Pelatih Carter yang merupakan negro yang berpenampilan
rapi sempat diejek olek tim asuhannya saat pertama bertemu. Ia tak ambil
peduli. Ia menyodorkan sebuah kontrak yang mesti disepakati tiap pemain dan
pelatih serta disetujui oleh orang tua ataupun wali mereka. Isi kontrak
tersebut menarik. Diantaranya mereka harus mengenakan pakaian rapi dan berdasi,
hadir dikelas, dan indeks prestasi belajar mereka minimal 2,3.
Pelatih Carter terkenal
tegas dan tak kompromi pada hal-hal diluar kontrak yang disepakati. Namun,
berkat usahanya kini tim basket Richmond yang sebelumnya dikenal sebagai
pecundang mulai menjejakkan diri menjadi pemenang ditiap pertandingan yang
dihadapinya.
Rupanya kemenangan yang
selalu diraih tim ini melenakan mereka terhadap kontrak yang mesti dipenuhi.
Kemenangan yang telah didapat menjadikan mereka besar kepala. Pelatih Carter
menyadari hal demikian dan berupaya mengingatkan timnya untuk tidak cepat puas.
Jika harapan yang
digantungkan padanya dahulu saat diminta melatih tim basket Richmond adalah
agar memperoleh kemenangan, maka pelatih Carter menetapkan hal jauh diatas itu.
Anak-anak asuhannya mesti melanjutkan jenjang ke tingkat perguruan tinggi. Dan
basket dapat menjadi salah satu jalur untuk memperoleh beasiswa perguruan
tinggi, tentunya juga didukung dengan indeks prestasi belajar mereka yang baik.
Sayangnya hampir semua timnya tidak memiliki prestasi baik dalam bidang
akademis. Selain itu lingkungan sekitar mereka tidak memiliki visi untuk
kehidupan yang lebih baik. Hanya sedikit sekali lulusan Richmond yang
melanjutkan studi di universitas, kebanyakan dari mereka justru melanjutkannya
ke penjara.
Melihat prestasi akademik
timnya yang anjlok, pelatih Carter memutuskan untuk membatalkan tiap
pertandingan sebelum mereka mencapai indeks prestasi minimal yang tertera di dalam
kontraks. Tindakannya ini mendapat kecaman dari banyak pihak mulai dari sekolah
hingga warga sekitar yang mengidolakan tim basket tak terkalahkan ini.
Bagaimana dengan tim? Mereka menerima alasan Pelatih Carter yang tidak mau
hanya sekedar mendapat kemenangan ditiap pertandingan, tetapi ia ingin timnya
punya masa depan selepas lulus dari Richmond. Dengan usaha keras, mereka
berjuang sebagai tim mencapai target indeks prestasi minimal dan berhasil.
Akhirnya mereka diperbolehkan bermain basket lagi setelah indeks prestasi
terpenuhi. Lawan terakhir mereka di film ini adalah SMA St. Francis yang tim
basketnya terkenal hebat. Mereka tidak menang melawan St. Francis, tetapi
mereka telah menang melawan diri mereka sendiri. Terbukti diantara mereka
mendapatkan 5 beasiswa masuk perguruan tinggi, dan 6 orang melanjutkan ke
jenjang universitas.
"Winning in here means you have
also winning out there” (Coach Carter)
Dalam representational of the mind, kita dapat
men"duga" tindakan yang dilakukan seseorang lewat mekanisme yang sama
walau mungkin tafsiran satu hal dengan hal lain dapat berbeda. Mekanisme itu
bergerak dari sensory input yang
merangsang belief dan desire untuk melakukan suatu tindakan
tertentu (behaviour). Ya, terkesan
behaviouristik jika kita mencoba menjelaskan apa yang dilakukan pelatih Carter
terhadap tim asuhannya. Namun, kerangka ini dirasa cukup baik yang dapat
digunakan sebagai analisis memahami film tersebut dari sudut pandang kesadaran.
Jika sensory input ini digantikan oleh masuknya Ken Carter sebagai
pelatih baru tim basket Richmond dan dia memiliki keyakinan (belief) bahwa tim ini dapat bangkit
tidak hanya sebagai pemenang pertandingan, melainkan juga sebagai pemenang dari
diri mereka sendiri, ia pun berhasrat (desire)
untuk membuktikan hal tersebut lewat tindakan-tindakan yang bahkan kita tidak
pikirkan seperti membatalkan pertandingan sebelum indeks prestasi belajar
timnya membaik. Namun hal ini tidak dapat sekedar dimaknai sebagai suatu
stimulus yang diberikan Carter kemudin direspon oleh timnya. Sepanjang film
kita akan menyaksikan bahwa stimulus yang coba diberikan Carter terhadap timnya
sering kali tidak berjalan baik. Timo Cruz, salah seorang anggota tim bahkan
berkali-kali keluar-masuk tim karena tidak menyetujui arahan pelatihnya.
Stimulus yang diberikan
Carter adalah visi, harapan, dan komitmen kepada tim asuhannya untuk berbuat
lebih bagi hidup mereka tidak sekedar memperoleh kemenangan ditiap
pertandingan, tetapi juga diluar pertandingan basket. Carter mencoba merubah
persepsi tim asuhannya. Ia mengajak mereka untuk merefleksikan hidup
masing-masing, mengajak mereka untuk bekerja lebih giat keluar dari kemelut
lingkungan sekitar yang tak memiliki masa depan lebih baik. Visinya jelas, we winning in here and also winning out
there.
Mekanisme the representational of the mind dalam
pembacaan terhadap film ini memiliki kekurangannya, yakni kita tidak dapat
memprediksi tindakan apa saja yang akan dilakukan Carter untuk tim asuhannya
agar menjadi pemenang tidak hanya dalam pertandingan basket tetapi juga
pemenang dari tiap pertandingan hidup mereka. Kelemahan mekanisme ini adalah
mengabaikan aspek keunikan manusia bahwa ia makhluk yang berpikir dan
memutuskan apapun tidak hanya karena stimulus yang diberikan tetapi juga
pilihan yang direfleksikan. Kita tidak menyangka Carter akan sebegitu nekatnya
untuk membatalkan tiap pertandingan sebelum indeks prestasi akademik timnya
mencapai standar padahal mereka sedang berada diatas angin sebagai tim yang tak
terkalahkan.
Tiap pilihan punya
rasionalitasnya masing-masing dan tidak dapat sekedar menjadi alasan dari
kondisi yang mungkin sama dialami. Pilihan yang diambil Carter buktinya tidak populis
bahkan ditentang seluruh warga. Namun ia punya alasan yang belum tentu pelatih
lain akan melakukan hal yang sama jika berada diposisi Carter. Setiap pilihan
juga punya konsekuensi yang mesti ditanggung dan Carter menyadari itu semua.
"They failed at the last, but
thet get more than winning"
Hidup merupakan misteri
yang tak kunjung dapat kita kuak tiap lapisannya. Pada awalnya tim basket
Richmond yang dikenal pecundang dapat berubah menjadi tim yang tak terkalahkan.
Terbukti tidak pernah kalah dalam tiap pertandingan. Namun, di akhir film saat
mereka mesti berhadapan dengan St. Francis mereka mesti menelan kekalahan.
Penonton kecewa luar biasa. Tak adil rasanya perjuangan yang telah dilalui tim
ini hingga pertandingan terakhir. Namun itulah hidup. Kita hanya dapat berharap
bahwa tim ini akan terus menang, tetapi kenyataan berkata lain.
Gagalkah pelatih Carter
jika kita hanya bersandar pada pandangan behavioristik stimulus-respon? Mungkin
ya, tetapi tim ini mendapatkan apa yang jauh lebih berharga ketimbang
kemenangan dilapangan, yaitu kemenangan melawan diri mereka sendiri. Stimulus
yang diberikan Carter tidak hanya sekedar porsi latihan yang ditambah,
melainkan ia memberikan visi, memberikan harapan mengenai kehidupan yang dapat
dijejaki lebih baik oleh tim ketimbang target kemenangan dilapangan yang telah
mereka peroleh. Hal itu lah yang menjadikan film ini berbeda. Perubahan yang
dialami oleh tim basket Richmond dimulai dari kesadaran yang terus coba
ditanamkan Carter untuk dapat menjadi yang terbaik diluar yang mereka duga. Dia
memberikan timnya lebih dari sekedar kemenangan, dia memberikan hidup.