www.gozamos.com
Selamatlah wahai perempuan seluruh
dunia! Baik betina yang melata hingga yang berjalan tegak. Selamatlah
wahai perempuan seluruh dunia! Baik yang berotak udang hingga berotak
batu.
Ini cemooh bukan untuk perempuan yang
tak meminta derma. Ia bijak sejak kala masih dalam perut bumi.
Selamat bukan doa, melainkan jeda untuk
merayakan apa yang dulunya menderita. Apa yang dulunya suatu upaya
demi apa yang disebut merdeka.
8 Maret mereka mengurai kata selamatan.
Selolah-olah ada yang hajatan. Entah kendurian siapa? Mungkin yang
sedang pegang uang tak terkira.
Selamatan hari perempuan katamu? Hanya
ucapan selamat satu hari itu dan sisanya kami masih dijajah. Seolah
semua upaya sirna sudah saat selamatan digelar pada satu hari itu.
Dan yang mengaku aktivis, lengkap
mengusung panji-panji kebebasan, kesetaraan, gender, lalalalalalala,
dengan semangat mengangsa menggagahi siapa saja punya kuasa dan
menuntut agar hak setiap manusia digelar dan diberi sama rata.
Seringkali isi kepala karbitan. Memecah yang satu menjadi dua, tiga,
empat, dan lima. Mencari kesahihan partikular yang mendukung
tesis sembrononya.
Selamatan hari perempuan katamu?
Aku perempuan. Dan terbalut sejarah.
Aku membaur dengan pria dalam dimensi patriarki. Bukan mauku, bukan
pula aku tak punya kuasa. Tapi tak berarti aku berdiri dikeduanya.
Aku tetap bebas dengan segala kesadaranku sebagai manusia. Meski aku
punya vagina - bukan penis - aku tak sepatriotis itu. Aku tak
semilitan itu untuk menyatakan apa yang tidak kupunyai dari isi
kepala.
Selamatan hari perempuan katamu?
Biarlah mereka bersuara. Aku pun juga. Kusampaikan suaraku sendiri.
Tidak hanya karena aku perempuan dan manusia, melainkan aku juga
terbelit sejarah.
Tik Tok Tik Tok, sejarah pun memutar
kemudinya terus menerus. Biasanya berulang dan tidak lagi istimewa.