http://lifeandpaintings.blogspot.com
Wacana yang dikeluarkan Pemerintah dalam hal ini Kementerian
Pendidikan dan kebudayaan untuk melakukan sertifikasi kepada para pekerja seni
bagi saya sangat absurd. Bagaimana tidak, menjadi seorang seniman yang
sungguh-sungguh seniman saya kira tak membutuhkan sertifikasi macam itu. Karya
yang akan membuktikan layak atau tidak ia menjadi seorang artis. Dalam hal ini publik lah yang
menilai dan mengapresiasi karya terlepas dari sengkarut pemain lain misalnya
patron seni, pasar, dan lain sebagainya.
Berkarya adalah suatu wadah bagi siapapun untuk membebaskan
yang ada dalam dirinya. Seluruh pikiran, hasrat, mimpi, kekecewaan, dan sejuta
asa lain yang hadir dalam forma yang dapat kita nikmati kehadirannya dan
disebut seni. Saat suatu karya bersandar pada komodifikasi kongkalikong pasar
dan mesti punya standar, saya kira disanalah kematian seni sebagai bentuk
pembebasan. Salah satunya sertifikasi untuk seniman.
Sekarang ini siapa yang berhak menyematkan label seseorang
itu seniman atau bukan? Saya kira siapapun tak berhak, walaupun tiap orang bisa
menunjuk siapa saja sebagai seorang artis entah penyair, pelukis, perupa,
penari, penyanyi, pematung, penulis, dan pe- lainnya. Namun, siapa yang punya
otoritas penuh sesuai hukum yang dapat menghakimi seseorang sebagai seniman? Tidak
ada. Bahkan, bagi saya hukum haram hadir dalam wilayah seni.
Dunia seni, dalam pandangan saya merupakan taman bermain
dimana semua orang setara dan bebas menuju kediriannya. Tidak ada yang putih
bersih pun asli seratus persen dalam dunia cipta, karsa, dan rasa. Dunia dimana
segala hal dapat masuk dan menyatakan kediriannya sebagai yang asli maupun yang
palsu. Dunia tanpa formalitas legal, tanpa hierarki!
Dan kini negara mencoba hadir dalam dunia tersebut dengan
segala klaim kewenangan yang dianggap dipunyainya.
“Demi meningkatkan harkat dan martabat serta kualitas hidup
para seniman, maka kita patut melakukan pemetaan para seniman kita. Sehingga sertifikasi
menjadi penting dan fardu sifatnya!” kelakar seorang PNS berpakaian safari
dengan segala kepongahan dan kekosongan otaknya.
Ia berkhotbah seorang diri ditengah kerumunan anak kecil yang
sibuk bermain. “Masa kita kalah dengan guru yang juga punya sertifikasi,”
tambahnya lagi yang tak punya otak.”Kita jangan mau direndahkan masyarakat
internasional karena karya yang dibuat para seniman tak tersertifikasi.”
Kebodohan dan kesoktahuan seringkali memang satu paket. Keduanya
sama-sama mengidap virus ketololan yang akut. Yang perlu dilakukan negara dalam
urusan seni hanyalah menjamin kebebasan berkarya bagi setiap warga negaranya,
bukan melekatkan label halal bagi seniman.
Seni adalah persoalan selera dan kedirian yang sebenarnya
tidak perlu simpatisan. Ia rasa yang lahir dari diri sendiri yang entah muak,
entah gembira, entah apapun terhadap sesuatu. Perkara duit itu soal lain, bung.
Apresiasi yang lebih penting, bukan sertifikasi menurut saya.
Siapa yang bisa menguji seseorang adalah seniman atau bukan? Tidak
ada siapapun bahkan maestro sekalipun. Melainkan karya yang akan menunjukkan
siapa dia. Toh, saya yakin saat Marcel Duchamp bikin Fountain tidak pakai sertifikasi untuk menjadikan karyanya menjadi
fenomenal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar