Selasa, 28 Agustus 2012

Menceritakan Kebenaran



 http://windling.typepad.com/blog/2012/07/telling-the-truth.html
 

Pengarang lebih hebat ketimbang seorang filsuf. Ia menciptakan sebuah fiksi lengkap dengan tokoh, alur, latar dan setting. Ia mencipta dunia dan menyadari dirinya yang memulai semua cerita. Ia mengontrol jalan cerita maupun kebenaran di dalam cerita lewat komposisi kata-kata sederhana yang menjelma jadi indah dan bermakna. Ia tak lupa menyediakan ruang kosong bagi kita untuk bereaksi terhadap apa yang disuguhkan, menyentak tak sekedar akal pikiran, tetapi juga hati. Ia menawarkan rasa. Sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh seorang filsuf.

Kita bisa belajar banyak hal dari banyak sumber. Keduanya ternyata dapat berkorelasi. Atau setidaknya kita dapat menghendaki demikian. Di dalam bukunya, TRUTH; a guide for the perplexed, Simon Blackburn menganalisis mengenai kebenaran. Kebenaran merupakan sesuatu yang sensitif. Ia bisa tampak memaksa, mendorong kita untuk meyakini, mengamini kisah dibaliknya. Kebenaran seperti punya kuasa yang mampu menarik banyak orang untuk mentaatinya, menuruti maunya. Mengerikan!

Namun, kebenaran adalah sesuatu yang dicari-cari oleh manusia. Di kolong langit ini, semua manusia mencari kebenaran yang utamanya hendak dipegang sendiri demi keamanan dan kenyamanan. Saat kita menggenggam kebenaran, seringnya kita pamer kepada yang lain. Kita tunjukkan kebenaran yang kita miliki dengan harapan agar orang lain ikut masuk ke dalam cahaya kebenaran yang kita yakini. Kadang kala kita lebih agresif lagi, kita memaksa mereka yang berbeda untuk mau berpindah kepercayaan akan kebenaran ke kubu kita. Kita memaksa dengan cara apapun. Luar biasa!

Dalam perdebatan antara yang absolut dan relatif, kebenaran bisa menjadi keduanya, tergantung cara pandang kita. Yang absolut, yang universal, yang relatif ternyata berasal dari pandangan kita yang subjektif dan partikular. Dalam melihat kebenaran yang dianggap absolut kita mengabaikan diri sendiri sebagai si pelaku yang memandang dan berbuat sesuatu di dalam dunia. Kita lupa bahwa titik awal kitalah yang mempengaruhi lahirnya keberbedaan kebenaran. Keegoisan reason menepiskan diri kita yang merasakan dunia dan tiap rasa tidaklah sama satu dengan lainnya pun bertentangan dalam dirinya sendiri. Namun, kita dapat mengeliminasi itu. Menghilangkan, menyingkirkan, mengabaikan, apapun itu yang dianggap tak penting dan sesuai. Kita bermain puzzle! Membongkar-pasang bagian-bagian yang tak sesuai untuk dicari yang kiranya sesuai, tentunya selaras dengan keinginan kita.

Banyak orang bijak berkata untuk tidak melupakan sejarah. Tapi kita sering mengabaikan sejarah bahkan sejarah kita sendiri. Alasan sederhana; sejarah begitu membosankan, sesuatu yang usang dan berdebu. Tak lagi sesuai untuk masa kini. Kita menaruh sejarah dipojok rak, mendesaknya masuk ke dalam agar tak lagi tampak dan mudah untuk dilupakan. Padahal diri kita sekarang ini tak lepas dari sejarah. Kita memotong sejarah dan memungut kebenaran serta mengklaim bahwa kebenaran yang ini, yang kita genggam tidak terikat ruang dan waktu. Ia absolut, ia universal.

Mencipta fiksi
Hal menarik dari buku TRUTH adalah kata fiksi yang beberapa kali disebut oleh Blackburn. Kebenaran tak ubahnya fiksi yang kita ciptakan di dalam pikiran. Kita mencipta cerita. Puzzle yang kita punya adalah fiksi tersebut-proses mencari kebenaran. Kita adalah sutradara atas kebenaran yang ternyata merupakan fiksi. Kita membangun rumah, membangun istana dan benteng untuk melindungi diri kita dari serangan bangsa asing yang tak bernama. Kita butuh pelindung agar tempat berpijak kita tidak dirampas oleh sesuatu yang lain. Namun untuk dapat kokoh pada pijakan yang sama merupakan sesuatu yang sulit. Perlu tindakan dan pola pikir reflektif yang diikuti oleh kesadaran. Kita mesti menyadari bahwa kebenaran tak hanya satu dan kita mesti mempersilahkan yang berbeda untuk hadir. Bukan berarti kita pada akhirnya menyerah kepada kebenaran yang lain, melainkan kita belajar untuk hidup berdampingan dengan kebenaran yang lain dalam harmoni.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar