Jumat, 23 November 2012

Senjakala Keheningan

http://almaer.com/blog/javascript-harmony-the-js-train-is-moving

Mimpiku jelas. Aku ingin mengulang masa lalu. Memutar waktu dan kembali kesana, ke tempat pertama kali aku mengenal cinta yang tulus dan sederhana. Ke suatu masa saat semuanya biasa-biasa saja. Orang-orang yang sederhana, bangunan yang sederhana, kisah yang sederhana dan cinta yang juga sederhana. Dalam memori otakku, semuanya berputar bagai sebuah pita film bisu. Tanpa  warna, tanpa suara dan  telah usang. Namun semuanya berharga bagiku. Semuanya adalah senjakala keheningan yang kian tergerus dan akan kalah oleh waktu yang terus-menerus. Senjakala, dalam keheningan aku meminta agar semua rasa tak turut hilang sampai ajal datang menjemput. Aku cinta padanya…

Aku ingat berjalan dilorong yang sama seperti dulu. Jika dahulu lorong itu terlampau besar dan panjang untuk kulewati, kini tidak lagi. Aku pun sekarang telah mampu melihat tanpa perlu mendongak ke balik tembok lorong bangunan itu. Dibalik tembok masih berdiri sebuah rumah yang hingga kini tetap tak berubah bentuk pun warnanya. Semua masih sama. Dalam setiap langkahku berjalan menyusuri lorong tersebut, aku sendirian. Warna sekelilingku adalah abu-abu dan berkabut. Dentingan suara musik menemaniku menyusuri awal dari keheninganku yang sendiri. Aku berada dalam mimpi. Pasti. Semua kosong, tak ada siapa-siapa.

Saat itu rasanya aneh sekali. Aku sendirian berjalan dengan gaun putih menjuntai dan aku sedih luar biasa. Ada yang tampak lain saat itu. Suara musik tergantikan oleh denting suara piano mengalun. Irama syahdu membuatku terbuai. Saat itu pagi hari dan aku tak menemukan siapa-siapa. Tak ada siapa-siapa. Kususuri terus sekeliling tempat ini. Oh, rasanya ingin terus disini mengulang masa lalu. Saat aku tiap hari berjumpa dengannya dan kita bermain bersama. Aku mencintainya sejak dulu, sejak kesederhanaan dan kepolosan menaungiku. Aku ingat suaranya saat memanggil namaku, mengajakku bermain permainan yang selalu kita mainkan bersama dengan yang lain, permainan anak-anak. Aku ingat tatapan malu-malunya saat memandangku diam-diam, senyumnya tersungging menampakkan deretan gigi kelincinya yang putih bersih. Aku ingat saat ia seringkali menggodaku dan menjahiliku. Semua dilakukannya untuk menarik perhatianku. Aku senang bukan kepalang karena kutahu ia juga mencintaiku. Cinta kita manis seperti permen. Cinta kita sederhana dan tulus, khas anak-anak. Tetapi sungguh aku mencintaimu. Dimana dirimu kini? 

Dalam film bisu hitam-putih yang sedang kujalani kini, dimanakah sosokmu? Atau sosok yang lain yang dapat kutanyai tentangmu kini berada. Aku rindu padamu. 

Sunyi. Tak ada lambaian angin pagi yang menyapa wajah dan kulitku. Tak ada suara kicau burung gereja menemani pagi yang mendung. Tak ada suara anak-anak tertawa sambil menunggu bel berdentang dan pelajaran dimulai dengan doa pagi. Tak ada suara langkah kaki yang tergesa-gesa atau rentetan deru kendaraan bermotor yang biasa terdengar di depan bangunan ini. Kemana orang-orang?

Aku tak takut, justru penasaran. Kususuri terus seluruh bagian yang ada pada bangunan ini. Aku menuju lapangan tempat kami dulu mengadakan apel pagi tiap senin. Aku sering menjadi petugas pengibar bendera. Didepan aku dapat melihatmu yang dengan khidmat menjalankan upacara. Aku tersenyum padamu dan kaupun begitu. Kita bertukar cinta dalam sekejap pandangan mata. Indah sekali. 

Kita jarang mengucap kata cinta, karena kita hanyalah bocah saat itu. Kita hanya dua orang bodoh yang mengagumi satu sama lain. Cinta kita ramai seramai pasar malam yang sering hadir didekat sekolah. Ingatkah kau dulu saat kau melambaikan tangan kearahku dan kau melemparkan ciuman jauh padaku. Aku terkikik melihatmu dengan yang lain karena sesaat kau lemparkan ciumanmu, kau terjatuh dari bangku taman. Kau sungguh lucu. Semua orang menyukaimu, tetapi kuyakin rasa sukaku yang paling besar. Dimanakah kau kini? Ada dimana dirimu dalam mimpiku yang sedang berlangsung kini? Aku yakin ini mimpi tentang kita. Bangunan lama yang sedang kususuri menjadi latar sempurna kisah kita. Kau pasti ada disuatu tempat disini. Aku hanya perlu mencarimu, menemukanmu. Iya, kan?

Dalam kehidupan nyata kutahu kita tak akan pernah bersatu. Semua kisah kita telah berakhir. Buku yang kita tulis bersama telah usai, kisah kita semua telah sampai akhir walau aku tak pernah rela mengakhirinya. Akan kubawa kisah kita hingga kutiada, tak lagi ada di dunia. Seolah aku telah puas menjalani hidup yang begini adanya, setidaknya kenanganku mengenai hidup bahagia telah terpenuhi. Namun, saat ini aku sedang bermimpi dan aku tak ingin mengakhiri mimpiku sebelum menemukanmu. Aku rindu padamu.

Suara denting jam mengagetkanku. Kulihat jam menunjukkan pukul tujuh tepat dan aku melihatmu di atas sana. Kau membelakangiku. Aku akhirnya menemukanmu. Ku hampiri dirimu. Aku berlari tak peduli dengan gaun putih menjuntai yang memperlambat langkahku menuju dirimu. Aku berlari dan sampai dihadapanmu, tetapi kau belum juga menoleh padaku. Dalam balutan jas putih kau terlihat tampan sekali. Baumu harum. Ingin rasanya aku menghambur kearahmu dan memelukmu erat. Aku sungguh merindukanmu, cintaku.

Saat aku perlahan mendekat, kau menoleh kearahku. Ah, Tuhan! Betapa tampan dan sempurnanya ia. Ia sungguh-sungguh yang aku cintai selama ini. Tetapi ada yang aneh dalam tatapannya kini. Ia tersenyum padaku, tetapi kedua matanya begitu resah, begitu gelisah. Ada apa denganmu, sayangku? Aku tak sanggup berkata apa-apa. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibirku. Kita hanya bertukar pandang. Ku tahu kau menyimpan sesuatu dan berusaha menjelaskannya padaku. Tetapi apa itu, sayang? Aku tak paham maksud pandanganku. Tatapanmu begitu sedih, kau tampak sangat menderita. Apa yang terjadi denganmu? Tak tahukah kau bahwa kita berada dalam labirin keheningan? Kata-kata tak berlaku disini. Karena kata tak selalu menampakkan dirinya. Kata berwajah ganda sementara cinta kita hanya satu adanya. Aku sungguh tak mengerti apa arti pandanganmu.

Kesedihanmu menjadi kesedihanku juga, sayang. Rasa resahmu dapat kurasakan walau tak tahu apa sebabnya. Aku ingin menggenggam tanganmu dan menenangkanmu. Kulihat kau mulai menangis. Oh Tuhan, tolong bantu aku menenangkan hati sayangku ini. Aku tak ingin melihat ia begitu sedih dan gelisah. Kujulurkan tanganku untuk meraih tangannya, tetapi saat itu tiba-tiba keheningan tergantikan oleh ribut yang bisu. Diujung lorong sana tampak seorang perempuan bergaun pengantin yang diiringi oleh beberapa orang. Perempuan itu begitu bersinar dan barulah kutahu apa arti tatapanmu itu.

Hatiku hancur. Ini tak mungkin terjadi. Kau tak boleh dengannya. Aku mencintaimu dan kutahu kau pun juga demikian. Tatapanmu menyiratkan penyesalan dan ketakberdayaan. Seketika aku lemah. Dalam kebisuaan aku sekarat. Tanpa cinta mana mungkin kudapat terus melanjutkan hidupku. Bagaimana mungkin mimpiku mengkhianatiku sedemikian rupa. Kau seharusnya bersamaku. Seharusnya kita bersama selamanya, bersama di dalam mimpiku. 

Kau berlalu dariku dan menghampiri perempuan itu. Dalam keheningan, tanpa kata pun suara kita sama-sama mengutuk takdir yang tak mengijinkan cinta kita bersatu. Aku tak sanggup melihatmu dengannya. Aku terpaku ditempatku dan tak dapat kemana-mana sementara kau semakin menjauh. 

Tuhan, mengapa kau begitu tega. Dalam mimpi pun kau tetap tak mengijinkan kami bersama. Bagaimana mungkin ini dapat berakhir demikian? Aku ingin berlari menyusulnya dan kutahan ia menuju perempuan itu. Tetapi tak bisa. Kakiku tak mau melangkah. Aku terpaku ditempatku. Tak dapat bergerak. Aku tak berdaya.

Sementara perempuan itu telah siap dengan sebuket bunga ditangannya, sayangnya tak ada mawar disana. Perempuan itu menunggumu yang berjalan gontai menghampirinya. Kembalilah! Kau tak mencintainya. Kau tak dapat bersatu dengannya. Sekuat apapun kucoba berteriak, keheningan masih menjadi temanya. Aku tak sanggup berkata dan kupikir aku telah kehilangan cinta. Aku tak dapat berbuat apa-apa. Dalam keheningan, isak tangisku menjadi latar yang juga tak kunjung bersuara, hanya bisu seperti semua. Aku telah mati tanpa cintaku. Kumohon Tuhan, bangunkan aku dari mimpi mengerikan ini. Aku tak sanggup melihatnya menuju kesana.

Kata seorang pencinta, menemukan cinta merupakan anugerah yang tiada terperi. Ia dapat menjadi sumber kebahagiaan yang tiada habisnya sekaligus menjadi sumber nestapa. Kemanakah cintaku akan bermuara kini? Saat orang yang kau cintai mesti meninggalkanmu untuk bersama dengan orang lain, tentu hatiku hancur. Aku tak rela. Tak akan pernah rela. Bahkan dalam keheningan yang membelenggu, aku tak akan merelakan cintaku pergi begitu saja. Aku mencintainya dan akan selamanya begitu. Cintaku mengejan dalam keheningan. 

Tiba-tiba semua berjalan cepat. Kau lagi-lagi mesti menunggu sementara perempuan itu kini hilang entah kemana. Kau menunggu dalam sesal. Dapat kurasakan dari pancaran gerak tubuhmu. Aku pun masih disini, terduduk tanpa bisa bergerak kemanapun. Air mata terus mengalir dari kedua mataku. Aku rindu padamu. Hanya di dalam mimpilah aku baru mendapatkan kesempatan untuk bertemu dan mencintaimu, tetapi ternyata dalam mimpi pun kau tak ditakdirkan bersamaku.

Sebuah tangan menjulur padaku. Gadis itu tersenyum padaku. Ya, gadis yang akan kau nikahi tanpa cinta menghampiriku yang terisak sedih. Aku dilingkupi kebingungan. Aku tak mengerti, sungguh. Ia meraih tanganku dan menuntun untuk berdiri dan mengikutinya. Ia tuntun aku menuju dirimu yang enggan menoleh kebelakang. Kau takut menatap apa pun bahkan dunia. 

Aku menatap gadis itu yang tak bersuara apa-apa namun ia masih tersenyum seperti sebelumnya. Aku mengikuti ajakannya tanpa tahu harus berbuat apa. Saat aku hampir dekat denganmu, ia menyentuh bahumu untuk berbalik menghadap kami. Kau telihat kaget begitupun aku. Oh, betapa kau sungguh sangat tampan sejak perjumpaan terakhir kita. Namun apa maksud gadis itu mempertemukan aku denganmu jika pada akhirnya ia akan bersanding denganmu juga?

Lonceng berdentang sekali lagi. Kabut tersibak dan alunan nada-nada lembut menjadi latar kondisi kita sekarang. Perempuan bergaun putih yang sama denganku menarik tanganku dan menuntunnya untuk menggenggam tanganku yang tak kusadari begitu kaku. Pandangannya menyiratkan bahwa ia tahu kau memang mencintaiku dan begitu pun sebaliknya. Ia menyerahkanku dan menyuruhku menggantikan tempatnya yang akan bersanding denganmu. Kita saling bertukar pandang sesaat dalam kebingungan. Namun sekejap saja sirna dan kita saling tersenyum. 

Kau menggenggam tanganku erat dan menuntunku menuju suara denting piano mengalun. Tuhan, terima kasih pada akhirnya Kau mengijinkanku bersamanya walau kutahu ini hanya dalam mimpi. Aku mencintainya dengan segenap hatiku. Apakah kita akhirnya mengucapkan janji itu? Aku tak tahu dan tak peduli. Aku hanya tahu kau bersama denganku sekarang dan selamanya. Dan kita berjalan menuju keheningan yang tetap tak bersuara namun tak kunjung ragu. Kali ini kita menuju senjakala. Bersamamu walau dalam keheningan, tak akan apa-apa selama kau bersamaku, disisiku hingga ku membuka kedua mataku dan menyambut kebisingan sang fajar.

1 komentar:

  1. Kamu, kau itu siapa? lw sebenarnya lagi buat cerpen atau puisi naratif?

    BalasHapus