Sabtu, 03 September 2011

Membaca Film


Kadang aku begitu terhanyut dalam sebuah alur. Dalam setiap peran yang bergulir aku merasakan sesuatu. Bisa jadi berbeda dan aku juga ikut di dalamnya. Tanpa sadar menempatkan diriku dalam kumparan imajinasi sebagai pemeran utama yang memiliki lebih banyak gaya dan pesona. Bersanding dengan pemeran lainnya yang juga menarik hati dan mata. 

Ada si protagonis, perannya sangat menderita dan sial luar biasa. Si antagonis pada awalnya berlagak jumawa namun kemudian menjadi tersingkir begitu saja. Alasan sederhana, karena ini kisah bahagia. Setiap kisah bahagia mesti berakhir gembira, si jahat mesti kalah untuk selama-lamanya.

Tahukah kau apa yang kita lihat saat menyaksikan sebuah alur dalam film? Suatu kesempurnaan yang hampir paripurna. Dalam limit waktu yang ditetapkan untuk segera diakhiri, kita menikmati dan berpuas hati, pada akhirnya kebahagiaanlah yang menampakkan diri. Segala duka lara pergi karena kini hanya tinggal cinta dan kebaikan yang menaungi. 

Dalam sebuah film kita juga dapat melihat semesta beserta isinya. Setiap peran menampakkan dirinya dihadapan kita yang menyaksikannya, tetapi tidak bagi mereka yang terlibat di dalamnya. Jangan salahkan si jahat atau kasihani si baik karena perbuatan yang mereka ambil untuk tetap melanjutkan hidup. Karena kita adalah Tuhan yang tahu segalanya saat menyaksikan sebuah film. 

Kita menikmati keseluruhan proses dari awal hingga akhir dan mengerti  bahwa semuanya tak lain merupakan hukum sebab akibat mengapa alur yang kita saksikan menjadi demikian. Kita menjustifikasi banyak peran yang tidak kita sukai karena bersikap demikian. Perasaan geram kadang melatarbelakangi perasaan kecewa kita karena rupanya si penulis naskah menuliskannya jauh dari apa yang kita harapkan akan terjadi dengan  mereka yang ada di dalam film. Kita ingin cerita tidak berjalan seperti ini, mungkin simpati atau bahkan empati tehadap tokoh tertentu menempatkan kita mesti berjibaku untuk menyelamatkan tokoh tertentu.

Egoiskah?

Tidak. Ini adalah perihal diri manusia yang berbeda. Semua perasaan yang mengembang ke permukaan sesungguhnya merupakan cerminan diri kita. Suatu perasaan yang tidak lagi dapat direpresi dan ini membebaskan. Membebaskan kita mengenal diri sendiri. Setiap rasa tak dapat disalahkan pun tak dapat diingkari. Namun ia dapat direfleksikan, ditelaah kembali..

Aku menikmati sebuah film hari ini dan terhanyut dengan alur yang sajikannya. Sempat terbit perasaan kesal dan sedih, seolah aku saja lah yang lebih baik menjadi pemeran utamanya agar salah seorang tokoh yang kusukai tak begitu mendapatkan nasib sial dan merasa pedih. Kemudian aku menertawakan diriku sendiri, menyadari kebodohanku yang disepakati oleh imajinasiku sendiri. Aku hanya menikmati film dan terhanyut sesaat dengan alurnya. 

Aku tahu semua hal yang terjadi dalam film tersebut karena aku tak terlibat di dalamnya. Aku dapat menjustifikasi beberapa tokoh karena kutahu motif mereka. Namun, aku belajar lagi hari ini dari apa yang kuharapkan. Mungkin lebih baik begitu saja, tidak tahu dan tidak mungkin mengetahui semua hal jika kita adalah pemeran utama dari setiap film yang kita mainkan dalam kehidupan nyata. Selalu ada yang tercecer dan tak ada yang memungutnya kecuali mereka yang menyaksikan kita dari sebuah layar besar. Kita hanya dapat menikmati film tanpa tahu mesti berbuat apa untuk mengubahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar