Kadang aku
begitu terhanyut dalam sebuah alur. Dalam setiap peran yang bergulir aku
merasakan sesuatu. Bisa jadi berbeda dan aku juga ikut di dalamnya. Tanpa sadar
menempatkan diriku dalam kumparan imajinasi sebagai pemeran utama yang memiliki
lebih banyak gaya dan pesona. Bersanding dengan pemeran lainnya yang juga
menarik hati dan mata.
Ada si protagonis, perannya sangat menderita dan sial
luar biasa. Si antagonis pada awalnya berlagak jumawa namun kemudian menjadi tersingkir
begitu saja. Alasan sederhana, karena ini kisah bahagia. Setiap kisah bahagia
mesti berakhir gembira, si jahat mesti kalah untuk selama-lamanya.
Tahukah kau apa
yang kita lihat saat menyaksikan sebuah alur dalam film? Suatu kesempurnaan
yang hampir paripurna. Dalam limit waktu yang ditetapkan untuk segera diakhiri,
kita menikmati dan berpuas hati, pada akhirnya kebahagiaanlah yang menampakkan
diri. Segala duka lara pergi karena kini hanya tinggal cinta dan kebaikan yang
menaungi.
Dalam sebuah film kita juga dapat melihat semesta beserta isinya.
Setiap peran menampakkan dirinya dihadapan kita yang menyaksikannya, tetapi
tidak bagi mereka yang terlibat di dalamnya. Jangan salahkan si jahat atau kasihani si baik karena perbuatan yang mereka ambil untuk tetap melanjutkan
hidup. Karena kita adalah Tuhan yang tahu segalanya saat menyaksikan sebuah
film.
Kita menikmati keseluruhan proses dari awal hingga akhir dan
mengerti bahwa semuanya tak lain
merupakan hukum sebab akibat mengapa alur yang kita saksikan menjadi demikian.
Kita menjustifikasi banyak peran yang tidak kita sukai karena bersikap
demikian. Perasaan geram kadang melatarbelakangi perasaan kecewa kita karena
rupanya si penulis naskah menuliskannya jauh dari apa yang kita harapkan akan
terjadi dengan mereka yang ada di dalam
film. Kita ingin cerita tidak berjalan seperti ini, mungkin simpati atau bahkan
empati tehadap tokoh tertentu menempatkan kita mesti berjibaku untuk
menyelamatkan tokoh tertentu.
Egoiskah?
Tidak. Ini
adalah perihal diri manusia yang berbeda. Semua perasaan yang mengembang ke
permukaan sesungguhnya merupakan cerminan diri kita. Suatu perasaan yang tidak
lagi dapat direpresi dan ini membebaskan. Membebaskan kita mengenal diri sendiri.
Setiap rasa tak dapat disalahkan pun tak dapat diingkari. Namun ia dapat
direfleksikan, ditelaah kembali..
Aku menikmati
sebuah film hari ini dan terhanyut dengan alur yang sajikannya. Sempat terbit
perasaan kesal dan sedih, seolah aku saja lah yang lebih baik menjadi pemeran
utamanya agar salah seorang tokoh yang kusukai tak begitu mendapatkan nasib
sial dan merasa pedih. Kemudian aku menertawakan diriku sendiri, menyadari
kebodohanku yang disepakati oleh imajinasiku sendiri. Aku hanya menikmati film
dan terhanyut sesaat dengan alurnya.
Aku tahu semua hal yang terjadi dalam film
tersebut karena aku tak terlibat di dalamnya. Aku dapat menjustifikasi beberapa
tokoh karena kutahu motif mereka. Namun, aku belajar lagi hari ini dari apa
yang kuharapkan. Mungkin lebih baik begitu saja, tidak tahu dan tidak mungkin
mengetahui semua hal jika kita adalah pemeran utama dari setiap film yang kita
mainkan dalam kehidupan nyata. Selalu ada yang tercecer dan tak ada yang
memungutnya kecuali mereka yang menyaksikan kita dari sebuah layar besar. Kita
hanya dapat menikmati film tanpa tahu mesti berbuat apa untuk mengubahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar