Kamis, 08 September 2011

Tengah Jalan Bukan Jalan Tengah


Ada suatu perumpamaan menarik yang dilontarkan adikku mengenai pilihan dalam hidup. Ya, pilihan-pilihan yang tersaji dalam hidup menjadi pijakan bagi manusia untuk melangkah ke depan, suatu wilayah baru dalam kehidupan yang mesti dijalani dengan kualitas ruang dan waktu yang juga baru lengkap dengan segala variabelnya.

Pada salah satu dialog yang kulakukan dengannya, ia berkata,”Tak mungkin kita terus berada di jalan tengah, menjadi orang tengah yang punya posisi netral. Pada akhirnya kita mesti memilih sesuatu entah apa pun.” Ya, aku paham perihal itu sejak dulu.”Ibarat sebuah jalan, kita sebagai pejalan kaki mesti memilih hendak berada dijalur mana, kanan atau kiri. Kita tak mungkin memilih berada di tengah jalan karena pasti resiko yang dihadapi lebih besar-tertabrak kendaraan. Jadi, pilihan kita baik berada dijalur kiri atau kanan merupakan jalan selamat yang sebenarnya memiliki resiko lebih sedikit ketimbang berusaha menjadi pihak netral yang berada di tengah jalan.”

Aku tersenyum yang lambat laun diiringi dengan tawa. Yayayaya … tentu saja ia benar. Analogi yang ia berikan membuka kesadaranku betapa pentingnya memilih dalam hal apapun. Seberapa enggan kau untuk memilih untuk berpihak di antara satu, paling tidak gunakan pilihanmu untuk menggugurkannya agar pilhan yang kau punya tidak sia-sia begitu saja. Memilih menegasikan pilihan lain yang tersedia dengan segala kemungkinan resiko pun keuntungannya.

Hidup seperti sebuah laju arus kendaraan yang hanya dapat berhenti sejenak saat bertemu dengan lampu lalu lintas. Berhenti di tengah jalan berarti mati dan kita hilang eksistensi. Membiarkan banyak hal menuntun tanpa pernah kita benar-benar memilih juga mengabaikan pilihan dan kehendak bebas yang kita punya, walau apa yang disebut kehendak bebas ini masih absurd. Namun, dalam sebuah lintasan jalan raya, tidak semuanya memiliki kendaraan untuk melaju dengan cepat dan nyaman. Ada beragam jenis kendaraan yang hadir pun para pejalan kaki ikut terhitung di dalamnya. Demi apa kiranya kita bertaruh pada jalanan yang tak pernah lengang? Bertaruh pada hidup yang tak pernah berhenti dari alur waktu yang terus mendesak ke depan? Demi suatu tujuan. Tujuan yang bisa jadi beragam bagi masing-masing kita.

Setiap pilihan, seperti kataku tadi, selalu mengandaikan resiko masing-masing. Ada yang hilang saat pilihan satu diambil dan membuang yang lain. Aku hanya perlu mempersiapkan diriku untuk menerimanya. Bagaimana pun dari sini aku tahu aku akan mendapatkan banyak pelajaran berharga yang membuatku lebih mengenal diri sendiri .

Posisi netral saat aku memilih jalan tengah pada tengah jalan, mengabaikan fakta lain bahwa aku sebenarnya adalah pelaku. Aku terlibat di dalamnya. Posisi netral hanya menampik bahwa aku punya pilihan yang harus kupilih.

Aku takut. Aku masih takut dengan banyak hal. namun, setidaknya  ketakutan itu harus kuhadapi salah satunya. Aku harus tahu, seperti apakah diriku dengan pilihan yang kupunya dan telah kupilih. Entah itu akan membuatku maju ataupun semakin menyesali yang lalu, nyatanya aku akan belajar hal baru. Itu yang terpenting kiranya. Kanan maupun kiri bukan hal besar, pilih saja yang aku yakini paling benar. Toh, ini hal biasa yang mesti dihadapi manusia.

Adikku tersenyum sumringah karena penyadarannya terhadap jalan tengah tidak hanya menyentakku, melainkan juga dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar