Rabu, 28 September 2011

Malchizedek si Raja Salem


Aku selalu tahu ada yang tak kuat dalam diriku untuk menghidupkan imajinasi. Gambaranku tak tegas, bahkan bergelombang. Gelap dan pekat. Bahkan sering kali berubah-ubah. Bagaikan mencoba membangun istana dari salju. Gagal adalah nama bayanganku yang selama ini kuhindari untuk diberi nama. Aku tahu aku akan goyah, suatu saat nanti.


Namun aku bertemu Malchizedek, raja Salem. Ia menunjukkan padaku lewat seorang bocah gembala mengenai makna hidup. Ya, aku mendengarkan obrolan mereka pada suatu senja dan tergelitik. Perasaan hening menjalari dan memaksaku untuk mengusap luka yang menanah pada tubuh pun jiwaku. Suatu kisah diceritakan Malchizedek mengenai Legenda Pribadi, suatu mitos kanak-kanak yang justru itulah menjadikan manusia hidup dan bermakna. 


Aku bertemu anugerah dan berkesempatan mendengarkan sabda Tuhan dari menguping perbincangan mereka. Aku melihat cahaya diatas tubuh manusia dan kutahu Tuhan sedang tersenyum mengetahui perbuatanku yang mengintip serta menguping pembicaraan orang yang tak kukenal. Aku meringis menghadapi senyuman Tuhan, layaknya seorang bocah yang ketahuan telah membuat piring kesayangan ibunya pecah berderai. Biar begitu, aku tahu Tuhan bersamaku dan si tua Malchizedek mengedipkan sebelah mata sayunya padaku pertanda ia tak berkeberatan.


Tercenung, aku tahu apa yang pernah ingin kulukiskan dalam kanvas hidupku. Apa yang ingin kubangun di atas sebidang tanah milikku sewaktu aku masih begitu muda. Ada banyak hasrat yang ingin kugapai dan kucapai bintang gemintang. Seperti seorang kawan pernah berseloroh bahwa tiada mimpi yang tak berharga walau sekecil apapun. Semua mimpi indah selama ia diyakini. Ya, ada maket yang ingin kubuat nyata dengan membangunnya sendiri dari setiap bata dan gumpalan semen yang kuoleskan untuk mendirikan dinding. Kupancangkan tiang, kututupi dengan atap dan akhirnya kubangun sebuah istana dimana segala imajinasi dan mimpiku berubah dan berkembang menghasilkan kebahagiaan seluas aku hidup dan tak ada habis-habisnya. 


Perjalanku ibarat menaiki sebuah kereta super cepat dimana aku berada di dalam salah satu gerbong. Aku tahu aku akan selalu siap menikmati setiap perjalanan yang tersaji dihadapanku. Kulihat sekelilingku saat kereta melaju lurus ke depan. Aku menikmati mereguk banyak pemandangan untuk kukumpulkan menjadi  kisah baru perjalananku menuju stasiun pemberhentian terakhir yang kumaksud. Dan aku bahagia, dengan seronok kutahu hasratku mengenai hidup tak akan mati, dan akan bergelora kembali. Ya, aku hidup. Sekali lagi aku hidup walau realitas berusaha mematisurikanku ke dalam lumbung yang kadang penuh kesenangan maupun kesedihan baru. 


Seperti seorang anak yang bertanya dengan si bijak tua mengenai apa itu menjadi bahagia. Si bijak tua hanya menyuruhnya berkeliling istana sambil memegang sebuah sendok berisi minyak. Yang pertama dilakukan si anak, ia berkeliling istana namun hanya berfokus pada sendok berisi minyak agar minyak yang dibawanya tak tumpah. Bukan, itu bukan bahagia. Yang kedua dilakukan si anak, ia membawa kembali sendok berisi minyak dan berkeliling istana menikmati semua pemandangan yang ada namun minyak yang ada ditangannya tumpah. Bukan, itu bukan bahagia. Si bijak hanya tersenyum dan berkata bahwa bahagia adalah menggenggam sendok berisi minyak tersebut agar tidak tumpah, namun tetap menikmati berbagai pemandangan yang tersaji disekelilingnya. 


Perhatikan alam dan kau akan tahu bahwa Tuhan telah meninggalkan padamu jejak-jejak yang dapat kau ikuti untuk mencapai Legenda Pribadimu. Legenda Pribadimu adalah bagian dari jiwa alam, dimana saat kau menginginkannya untuk menjadi kenyataan, maka semesta akan mendukungmu untuk mewujudkannya. 


Tuhan masih mengamatiku dan telah menunjukkan padaku untuk tidak menyerah. Aku tahu aku akan apa pada sisa hidupku. Aku akan menulis mengenai Legenda Pribadiku..


Terima kasih hidup untuk terus mengaliriku dengan berjuta keindahan tiada terperi. Terima kasih hidup untuk berbagai perasaan yang membuatku belajar lebih kuat. Terima kasih hidup untuk banyak jalan yang tersaji dan aku mesti belajar lagi mencari jejak bagai seorang pramuka pemula yang mencari jalan keluar. Terima kasih hidup atas banyak warna yang ditunjukkan padaku. Terima kasih hidup atas pemulihan dari berbagai makna yang sempat hilang dariku. Terima kasih Tuhan atas hidup yang demikian membangkitkan rasa syukur. Terima kasih…

1 komentar:

  1. tulisan yang indah, cerminkan kelembutan penulisnya lewat cara memperlakukan kata. Kita memang selalu belajar dari yang hidup karena kita berusaha hidupkan segala yang ada, batu menari-nari, bunga merayu-rayu, dan engkau ajari aku. Kita hidup lewat apa yang telah dihidupkan, maknanya terus bergerak lewat setiap gerak tubuh mu hingga kehidupkan selalu dianggap suatu hal baru. lalu, apa artinya hidup, belajar, dan, pencarian? saat semua itu lahir dari pancaran diri mu sendiri.

    BalasHapus