Jumat, 23 November 2012

Senjakala Keheningan

http://almaer.com/blog/javascript-harmony-the-js-train-is-moving

Mimpiku jelas. Aku ingin mengulang masa lalu. Memutar waktu dan kembali kesana, ke tempat pertama kali aku mengenal cinta yang tulus dan sederhana. Ke suatu masa saat semuanya biasa-biasa saja. Orang-orang yang sederhana, bangunan yang sederhana, kisah yang sederhana dan cinta yang juga sederhana. Dalam memori otakku, semuanya berputar bagai sebuah pita film bisu. Tanpa  warna, tanpa suara dan  telah usang. Namun semuanya berharga bagiku. Semuanya adalah senjakala keheningan yang kian tergerus dan akan kalah oleh waktu yang terus-menerus. Senjakala, dalam keheningan aku meminta agar semua rasa tak turut hilang sampai ajal datang menjemput. Aku cinta padanya…

Aku ingat berjalan dilorong yang sama seperti dulu. Jika dahulu lorong itu terlampau besar dan panjang untuk kulewati, kini tidak lagi. Aku pun sekarang telah mampu melihat tanpa perlu mendongak ke balik tembok lorong bangunan itu. Dibalik tembok masih berdiri sebuah rumah yang hingga kini tetap tak berubah bentuk pun warnanya. Semua masih sama. Dalam setiap langkahku berjalan menyusuri lorong tersebut, aku sendirian. Warna sekelilingku adalah abu-abu dan berkabut. Dentingan suara musik menemaniku menyusuri awal dari keheninganku yang sendiri. Aku berada dalam mimpi. Pasti. Semua kosong, tak ada siapa-siapa.

Saat itu rasanya aneh sekali. Aku sendirian berjalan dengan gaun putih menjuntai dan aku sedih luar biasa. Ada yang tampak lain saat itu. Suara musik tergantikan oleh denting suara piano mengalun. Irama syahdu membuatku terbuai. Saat itu pagi hari dan aku tak menemukan siapa-siapa. Tak ada siapa-siapa. Kususuri terus sekeliling tempat ini. Oh, rasanya ingin terus disini mengulang masa lalu. Saat aku tiap hari berjumpa dengannya dan kita bermain bersama. Aku mencintainya sejak dulu, sejak kesederhanaan dan kepolosan menaungiku. Aku ingat suaranya saat memanggil namaku, mengajakku bermain permainan yang selalu kita mainkan bersama dengan yang lain, permainan anak-anak. Aku ingat tatapan malu-malunya saat memandangku diam-diam, senyumnya tersungging menampakkan deretan gigi kelincinya yang putih bersih. Aku ingat saat ia seringkali menggodaku dan menjahiliku. Semua dilakukannya untuk menarik perhatianku. Aku senang bukan kepalang karena kutahu ia juga mencintaiku. Cinta kita manis seperti permen. Cinta kita sederhana dan tulus, khas anak-anak. Tetapi sungguh aku mencintaimu. Dimana dirimu kini? 

Dalam film bisu hitam-putih yang sedang kujalani kini, dimanakah sosokmu? Atau sosok yang lain yang dapat kutanyai tentangmu kini berada. Aku rindu padamu. 

Sunyi. Tak ada lambaian angin pagi yang menyapa wajah dan kulitku. Tak ada suara kicau burung gereja menemani pagi yang mendung. Tak ada suara anak-anak tertawa sambil menunggu bel berdentang dan pelajaran dimulai dengan doa pagi. Tak ada suara langkah kaki yang tergesa-gesa atau rentetan deru kendaraan bermotor yang biasa terdengar di depan bangunan ini. Kemana orang-orang?

Aku tak takut, justru penasaran. Kususuri terus seluruh bagian yang ada pada bangunan ini. Aku menuju lapangan tempat kami dulu mengadakan apel pagi tiap senin. Aku sering menjadi petugas pengibar bendera. Didepan aku dapat melihatmu yang dengan khidmat menjalankan upacara. Aku tersenyum padamu dan kaupun begitu. Kita bertukar cinta dalam sekejap pandangan mata. Indah sekali. 

Kita jarang mengucap kata cinta, karena kita hanyalah bocah saat itu. Kita hanya dua orang bodoh yang mengagumi satu sama lain. Cinta kita ramai seramai pasar malam yang sering hadir didekat sekolah. Ingatkah kau dulu saat kau melambaikan tangan kearahku dan kau melemparkan ciuman jauh padaku. Aku terkikik melihatmu dengan yang lain karena sesaat kau lemparkan ciumanmu, kau terjatuh dari bangku taman. Kau sungguh lucu. Semua orang menyukaimu, tetapi kuyakin rasa sukaku yang paling besar. Dimanakah kau kini? Ada dimana dirimu dalam mimpiku yang sedang berlangsung kini? Aku yakin ini mimpi tentang kita. Bangunan lama yang sedang kususuri menjadi latar sempurna kisah kita. Kau pasti ada disuatu tempat disini. Aku hanya perlu mencarimu, menemukanmu. Iya, kan?

Dalam kehidupan nyata kutahu kita tak akan pernah bersatu. Semua kisah kita telah berakhir. Buku yang kita tulis bersama telah usai, kisah kita semua telah sampai akhir walau aku tak pernah rela mengakhirinya. Akan kubawa kisah kita hingga kutiada, tak lagi ada di dunia. Seolah aku telah puas menjalani hidup yang begini adanya, setidaknya kenanganku mengenai hidup bahagia telah terpenuhi. Namun, saat ini aku sedang bermimpi dan aku tak ingin mengakhiri mimpiku sebelum menemukanmu. Aku rindu padamu.

Suara denting jam mengagetkanku. Kulihat jam menunjukkan pukul tujuh tepat dan aku melihatmu di atas sana. Kau membelakangiku. Aku akhirnya menemukanmu. Ku hampiri dirimu. Aku berlari tak peduli dengan gaun putih menjuntai yang memperlambat langkahku menuju dirimu. Aku berlari dan sampai dihadapanmu, tetapi kau belum juga menoleh padaku. Dalam balutan jas putih kau terlihat tampan sekali. Baumu harum. Ingin rasanya aku menghambur kearahmu dan memelukmu erat. Aku sungguh merindukanmu, cintaku.

Saat aku perlahan mendekat, kau menoleh kearahku. Ah, Tuhan! Betapa tampan dan sempurnanya ia. Ia sungguh-sungguh yang aku cintai selama ini. Tetapi ada yang aneh dalam tatapannya kini. Ia tersenyum padaku, tetapi kedua matanya begitu resah, begitu gelisah. Ada apa denganmu, sayangku? Aku tak sanggup berkata apa-apa. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibirku. Kita hanya bertukar pandang. Ku tahu kau menyimpan sesuatu dan berusaha menjelaskannya padaku. Tetapi apa itu, sayang? Aku tak paham maksud pandanganku. Tatapanmu begitu sedih, kau tampak sangat menderita. Apa yang terjadi denganmu? Tak tahukah kau bahwa kita berada dalam labirin keheningan? Kata-kata tak berlaku disini. Karena kata tak selalu menampakkan dirinya. Kata berwajah ganda sementara cinta kita hanya satu adanya. Aku sungguh tak mengerti apa arti pandanganmu.

Kesedihanmu menjadi kesedihanku juga, sayang. Rasa resahmu dapat kurasakan walau tak tahu apa sebabnya. Aku ingin menggenggam tanganmu dan menenangkanmu. Kulihat kau mulai menangis. Oh Tuhan, tolong bantu aku menenangkan hati sayangku ini. Aku tak ingin melihat ia begitu sedih dan gelisah. Kujulurkan tanganku untuk meraih tangannya, tetapi saat itu tiba-tiba keheningan tergantikan oleh ribut yang bisu. Diujung lorong sana tampak seorang perempuan bergaun pengantin yang diiringi oleh beberapa orang. Perempuan itu begitu bersinar dan barulah kutahu apa arti tatapanmu itu.

Hatiku hancur. Ini tak mungkin terjadi. Kau tak boleh dengannya. Aku mencintaimu dan kutahu kau pun juga demikian. Tatapanmu menyiratkan penyesalan dan ketakberdayaan. Seketika aku lemah. Dalam kebisuaan aku sekarat. Tanpa cinta mana mungkin kudapat terus melanjutkan hidupku. Bagaimana mungkin mimpiku mengkhianatiku sedemikian rupa. Kau seharusnya bersamaku. Seharusnya kita bersama selamanya, bersama di dalam mimpiku. 

Kau berlalu dariku dan menghampiri perempuan itu. Dalam keheningan, tanpa kata pun suara kita sama-sama mengutuk takdir yang tak mengijinkan cinta kita bersatu. Aku tak sanggup melihatmu dengannya. Aku terpaku ditempatku dan tak dapat kemana-mana sementara kau semakin menjauh. 

Tuhan, mengapa kau begitu tega. Dalam mimpi pun kau tetap tak mengijinkan kami bersama. Bagaimana mungkin ini dapat berakhir demikian? Aku ingin berlari menyusulnya dan kutahan ia menuju perempuan itu. Tetapi tak bisa. Kakiku tak mau melangkah. Aku terpaku ditempatku. Tak dapat bergerak. Aku tak berdaya.

Sementara perempuan itu telah siap dengan sebuket bunga ditangannya, sayangnya tak ada mawar disana. Perempuan itu menunggumu yang berjalan gontai menghampirinya. Kembalilah! Kau tak mencintainya. Kau tak dapat bersatu dengannya. Sekuat apapun kucoba berteriak, keheningan masih menjadi temanya. Aku tak sanggup berkata dan kupikir aku telah kehilangan cinta. Aku tak dapat berbuat apa-apa. Dalam keheningan, isak tangisku menjadi latar yang juga tak kunjung bersuara, hanya bisu seperti semua. Aku telah mati tanpa cintaku. Kumohon Tuhan, bangunkan aku dari mimpi mengerikan ini. Aku tak sanggup melihatnya menuju kesana.

Kata seorang pencinta, menemukan cinta merupakan anugerah yang tiada terperi. Ia dapat menjadi sumber kebahagiaan yang tiada habisnya sekaligus menjadi sumber nestapa. Kemanakah cintaku akan bermuara kini? Saat orang yang kau cintai mesti meninggalkanmu untuk bersama dengan orang lain, tentu hatiku hancur. Aku tak rela. Tak akan pernah rela. Bahkan dalam keheningan yang membelenggu, aku tak akan merelakan cintaku pergi begitu saja. Aku mencintainya dan akan selamanya begitu. Cintaku mengejan dalam keheningan. 

Tiba-tiba semua berjalan cepat. Kau lagi-lagi mesti menunggu sementara perempuan itu kini hilang entah kemana. Kau menunggu dalam sesal. Dapat kurasakan dari pancaran gerak tubuhmu. Aku pun masih disini, terduduk tanpa bisa bergerak kemanapun. Air mata terus mengalir dari kedua mataku. Aku rindu padamu. Hanya di dalam mimpilah aku baru mendapatkan kesempatan untuk bertemu dan mencintaimu, tetapi ternyata dalam mimpi pun kau tak ditakdirkan bersamaku.

Sebuah tangan menjulur padaku. Gadis itu tersenyum padaku. Ya, gadis yang akan kau nikahi tanpa cinta menghampiriku yang terisak sedih. Aku dilingkupi kebingungan. Aku tak mengerti, sungguh. Ia meraih tanganku dan menuntun untuk berdiri dan mengikutinya. Ia tuntun aku menuju dirimu yang enggan menoleh kebelakang. Kau takut menatap apa pun bahkan dunia. 

Aku menatap gadis itu yang tak bersuara apa-apa namun ia masih tersenyum seperti sebelumnya. Aku mengikuti ajakannya tanpa tahu harus berbuat apa. Saat aku hampir dekat denganmu, ia menyentuh bahumu untuk berbalik menghadap kami. Kau telihat kaget begitupun aku. Oh, betapa kau sungguh sangat tampan sejak perjumpaan terakhir kita. Namun apa maksud gadis itu mempertemukan aku denganmu jika pada akhirnya ia akan bersanding denganmu juga?

Lonceng berdentang sekali lagi. Kabut tersibak dan alunan nada-nada lembut menjadi latar kondisi kita sekarang. Perempuan bergaun putih yang sama denganku menarik tanganku dan menuntunnya untuk menggenggam tanganku yang tak kusadari begitu kaku. Pandangannya menyiratkan bahwa ia tahu kau memang mencintaiku dan begitu pun sebaliknya. Ia menyerahkanku dan menyuruhku menggantikan tempatnya yang akan bersanding denganmu. Kita saling bertukar pandang sesaat dalam kebingungan. Namun sekejap saja sirna dan kita saling tersenyum. 

Kau menggenggam tanganku erat dan menuntunku menuju suara denting piano mengalun. Tuhan, terima kasih pada akhirnya Kau mengijinkanku bersamanya walau kutahu ini hanya dalam mimpi. Aku mencintainya dengan segenap hatiku. Apakah kita akhirnya mengucapkan janji itu? Aku tak tahu dan tak peduli. Aku hanya tahu kau bersama denganku sekarang dan selamanya. Dan kita berjalan menuju keheningan yang tetap tak bersuara namun tak kunjung ragu. Kali ini kita menuju senjakala. Bersamamu walau dalam keheningan, tak akan apa-apa selama kau bersamaku, disisiku hingga ku membuka kedua mataku dan menyambut kebisingan sang fajar.

Rabu, 07 November 2012

Sabda Kegilaan

http://92bpm.com/2011/11/dva-featuring-viktor-duplaix-video.html

Dunia ini dikendalikan oleh segelintir orang. Segelintir orang ini naasnya kebanyakan orang gila. Ya, orang gila dengan segala idiotisme dan kegeniusannya yang luar biasa. Pikirannya liar dan mendobrak, ia mencapai surga lebih dahulu ketimbang mereka yang berpikir dengan logika kera. Sayangnya, itu hanya dalam realitas pikiran. Dalam dunia nyata? Nasibnya tak kalah cemas dengan apa yang kita sebut sebagai gila.

Kesadaran dan kegilaan rupanya bagai dua mata uang yang saling bersisian. Batas tipisnya hanya dibedakan lewat kinerja otak yang masih awas dan agak peka, sementara sisi yang lain ditandai dengan keterlepasannya dengan dunia yang terjadi disekelilingnya – gila berarti tak sadar lagi!

Siapa bilang dunia ini digerakkan dalam gerak atur beraturan dengan segala komposisi  dan logika yang lurus bin sahih? Tidak sama sekali. Dunia ini bergulir dimana ia mengandung patahan sejarah yang terbit saat hendak memulai dengan tema dan baju  baru seperti gerak ceroboh, tak teratur, dan alinier. Kejutan dalam patahan sejarah laiknya bunga api dari setiap batang kembang api yang dibakar Tuhan yang Maha Jail itu. 

Kejutan ini juga bagai bom yang disemayamkan Tuhan pada beberapa individu yang mengidap kegilaan hingga mampu mengubah jalannya sejarah yang absurd alih-alih terang benderang. Kegeniusan ide dalam tik-tok otak yang tak hentinya bergemuruh terbalut kecemasan akut yang biasanya orang lain hanya ingin tahu dan lihat sekilas. Mereka yang dimukzizati dengan bom oleh Tuhan ini hidup dalam keterasingan akut. Tak ada zona nyaman yang diberikan Tuhan pada mereka pun kesadaran terhadap diri sendiri yang penuh. Logika mereka berjalan sporadis, bahkan luar biasa aneh. Ketubuhan menjadi belenggu yang merusak kesadaran ala kaum kota yang sok konservatif, kesadaran apkiran yang dipunyai masyarakat luas.

Dan karya lahir dari rahim mereka yang gila. Karya merupakan representasi, suatu bentuk pendobrakan terhadap ketubuhan yang tak mampu menampung kegilaan sejak dari semula. Karya merupakan representasi, suatu ide yang menggeliat dalam pikiran bagai cacing tanah yang disengat matahari. Karya adalah penanda dimana sejarah hendak bergulir menggagahi jalur lain. Karya adalah sebuah patahan sejarah yang hendak mengubah logika berpikir massa.

Karya yang lahir dari tiap rahim mereka yang disebut gila, kita seolah terpaku lelah dan sejenak hilang ingatan mengenai siapa yang sebelumnya kita caci dan maki. Kita sama-sama berkumpul dalam padang keheningan Tuhan, ada upacara yang didatangi dan Tuhan bersabda, “Dunia sudah berubah, tak lagi sama. Seperti biasanya.”

Selesailah risalah mengenai Kegilaan ini dilantunkan. Amin…


Sabtu, 03 November 2012

Negeri Para Pecinta


http://nstarzone.com/LIGHT.html


Para peziarah datang dan pergi
Mereka melaju menuju sebuah negeri
Negeri dimana kebahagiaan dan kepedihan seringkali padu, seringkali keliru
Negeri dimana duka dan lara lebur  dalam suka cita
Tersebutlah negeri para pecinta

Para peziarah memulai kisah dengan senyum sumringah
Sejumput rasa yang disebut cinta menjadi kompas bagi mereka menuju negeri para pecinta
Sejuta harap dan asa membumbung ke angkasa, membentuk pelangi tersendiri menuju nirwana
Seraut wajah bahagia mengantarkan mereka menuju pencarian akan cinta

Di dalam sebuah kedai sederhana, tempat para peziarah singgah sementara, aku diam seribu bahasa
Enggan bersuara  karena tak ada cerita
Para peziarah yang dalam perjalanan menuju negeri para pecinta dengan penuh suka cita mendendangkanku berbagai kisah tentang cinta bahagia
Mereka datang dengan satu tujuan; ingin merasakan cinta yang sesungguhnya
Kata mereka, mencinta membuatmu merasa mengenal kehidupan yang demikian indahnya
Cinta bagi mereka merupakan suatu kesempatan mencumbui surga
Surga adalah suatu tempat dimana cinta bersemi di dalamnya
Bahagia abadi terletak disana
Maka negeri para pecinta lah tujuan mereka

Sementara itu para peziarah yang pergi dari negeri para pecinta bercerita dengan raut wajah penuh duka
Kata mereka, cinta telah pergi
Sebagian menuduh cinta memaksanya pergi meninggalkan negeri luar biasa indah tersebut
Sebagian lainnya meninggalkan cinta karena tak tahan pedih mengiris yang mesti ditanggung
Cinta, bagi mereka yang pergi, adalah suatu duka lara yang membuat sengsara
Ada yang merelakan, banyak  juga yang tak rela dan mengerutu karenanya
Mereka yang pergi dari negeri para pecinta sederhana saja; tak dapat ijin tinggal disana

Bagaimana pun kepedihan juga kesedihan mereka yang pergi  dari negeri para pecinta tak membuat para peziarah urungkan niat menjejak cinta sampai ke negerinya
Cinta memang kadang seperti itu, kata mereka yang bijak dan sudah tua
Awalnya naïf dan bahagia
Tetapi cinta punya cara mengeksekusi mereka yang tak benar-benar mencinta
Cinta, kata mereka, bermuka dua
Penuh jebakan dan tipu muslihat
Tetapi biarpun begitu tak mengurangi keinginan para peziarah mencoba meregup cinta
Cinta punya ujung bahagia, maka ia disebut surga
Selebihnya adalah realita
Aku tak beranjak  dari tempatku sekarang
Aku hanya seorang pendengar
Tak kusampaikan pada siapapun jika aku telah menemukan cinta
Tak kukatakan juga apakah aku ingin kesana, ke negeri para pecinta (lagi)
Sesungguhnya aku tinggal di dalamnya sejak dahulu kala


(Sabtu, 2 April 2011)

Rabu, 31 Oktober 2012

Jemari (tak) Sia-sia

http://ffffound.com/image/2e227f6b4257b89338bc10e91f99fcc24fc4489c


Jemari ini tak pernah mengurai harapan. Serangkaian aksara yang menjelma mantra soal kehidupan banyak menguar dan hilang diterpa angin tanpa daya, tanpa gairah. Lama kelamaan harapan berubah menjadi tanpa rasa. Semua tampaknya sia-sia saat daya pekat hidup yang begitu-begutu saja semakin membebat. Dan bahkan aku telah kehilangan rasa untuk tetap melihat satu tujuan yang hendak kuraih di depan sana. 

Bising! 

Semrawut!

Penat!!!

Seluruh isi kepalaku meluber, menguap begitu saja dan tak ada sisa-sisa yang membuatku bangkit dan tetap berjalan lurus ke satu pusaran.

Telah kukhianati setiap tetes darah yang dikorbankan cinta dalam rentang waktu yang tak lagi berbilang. Kusia-siakan setiap “amin” yang terlontar di akhir lafadz doa seluruh jiwa. Aku gadaikan semuanya demi apa yang kusebut “bahagia”.

Bahagiaku semu. Tak ada harapan disana. Kumatikan semua masa hingga kehampaan dan hampir kosong ku di dalamnya. Hanya ada aku tanpa seorang pun juga. Hanya ada aku yang mematikan asa, mematikan cita-cita. Aku menolak kebesaran yang sudah diberkahi padaku sejak dahulu kala. Aku menolak memproduksi cinta dan terus-terusan terlena konsumerisme berhala jiwa.

Aku tak pernah kemana-mana. Hanya selingkaran kecil dari dunia tempatku hidup. Kulupakan mimpi menjelajah jiwa dunia, menjelajah apa yang hendak menjadi legenda.

Cacatku hampir permanen. Layaknya ideologi, ia kini menjelma iman. Kutarikan tarian para sufi demi sehempas ekstase. Berharap dalam keadaan apapun aku akan merasa orgasme mencecap hidupku yang sia-sia.

Tak kutemukan juga Tuhan disana. Memang tak ada Tuhan dalam gerak diam dan menjadi sia-sia. Harus apakah aku?

Kau sudah tahu jawabannya, anakku. Terngiang pesan ayah yang mudah-mudahan sedang duduk bersama Tuhan. Bukan untuk menjadi sia-sia dan berhenti belajar tentunya.

Namun aku masih hampir sekarat dalam harapan yang kunjung berlari menjauhi jemari. Masih adakah kata yang tersisa untuk sejumput jiwa yang didera sengsara karena hidup sia-sia?

Coba gagahi aksara, huruf demi huruf. Coba lafadzkan kata baris demi sebaris. Coba ciptakan mantra dan ubahlah dunia…

Jumat, 05 Oktober 2012

Diam, Mencintaimu

http://www.capitalnewyork.com



Dalam diam, 
di setiap sudut yang hampir mati suri 
masih menggeliat asa untuk menggapai hidup, menggapai cinta

Term-ku terlalu umum dan kau tak percaya dalam universalitas masih ada kesungguhan, masih ada relativitas

Aku mengikuti Tuhan, 
berjingkat-jingkat agar tak ketahuan oleh siapa pun juga
Aku diam dan berdoa, 
merapal kata bermantra dan kau tersenyum manja dalam imaji bilangan sempurna

Diam adalah jeda,
sebuah ruang saat  ekstase menuju cinta yang Ilahiah menjadi proses yang membuat gamang, gembira, merana, dan bahagia
SEMPURNA!

Ku nikmati hujan dalam diam yang melafadzkan kidung setiap pecinta,
sebuah doa untuk mereka yang dikasihi mesra
Sebuah harapan mengenai apa-apa yang Tuhan berkehendak atas dirimu, diriku, dan diri-diri yang lain

Aku mencintaimu untuk setiap jeda dan hujan yang kita tunggu-tunggu dikuartal  terakhir tahun ini
Aku mencintaimu dalam sekam yang tak hendak kubakar hingga tersisa arang dan asap
Aku mencintaimu tiba-tiba dan mungkin akan selesai mencintaimu tiba-tiba juga
Aku mencintaimu bagaimanapun

Dan malam adalah favoritku seluruh dunia
Pluralitas menguap, universalitas menguar 
Hanya tinggal residu kehidupan yang tersampir dan menggelayut mesra

Selasa, 28 Agustus 2012

Viva Homini, Viva Logos


http://vimeo.com/15364417


Saya teringat beberapa bagian dalam novel Lost Symbol karya Dan Brown mengenai ilmu Noetic. Singkatnya ilmu Noetic memiliki keyakinan bahwa potensi pikiran manusia belum tergali secara maksimal. Manusia baru sekedar mengungkapkan kulit terluar kemampuan mental dan spiritualnya. Pikiran lebih berkuasa daripada tubuh. Pikiran-pikiran dapat berinteraksi dengan dunia fisik serta mampu mengubahnya.

Mungkin sepintas terlihat sepele. Pikiran memang berinteraksi dengan dunia fisik, tetapi mengubahnya? Terasa ada yang janggal tampaknya. Tesis ini lebih mengutamakan kepada substansi fisik yang dapat dirubah manusia, seperti stimulus positif pikiran mampu memberi respon positif terhadap air atau kekuatan doa massal yang dicontohkan dalam novel mampu mengurangi keacakan terhadap Random Event Generator yang memunculkan keteraturan.

Apa kaitan ini semua dengan korelasi antara mind, sosial, dan dunia secara keseluruhan?

Paradigma berpikir adalah jawabannya. Berpikir merupakan rangkaian kerja yang menakjubkan dan mampu mengubah diri untuk bertindak sesuai dengan apa yang dipikirkan. Menempatkan pola berpikir kritis menjadikan kita awas terhadap banyak hal yang terjadi disekitar. Tidak sekedar awas melainkan juga kita dapat berkontribusi untuk mencipta kondisi sosial yang ramah tanpa tendensi untuk menguasai satu sama lain.

Mind tentulah bersinggungan dengan kehidupan sosial dan dunia seluruhnya. Sejarah membuktikan hal tersebut. Pembantaian Nazi terhadap Yahudi, terorisme yang melanda Amerika paska serangan terhadap World Trade Center, penyerangan terhadap pihak-pihak yang dianggap kafir oleh aliansi organisasi masyarakat yang mengikutsertakan agama tertentu, serta berbagai kasus lainnya yang menciderai kebebasan serta hak manusia. Dimana peran mind dalam kasus-kasus demikian?

Setiap manusia memiliki pandangan berbeda terhadap suatu hal. Dari hal demikian jelas terlihat keragaman yang terkandung di dalam diri masing-masing individu. Pemaksaan ideologi tertentu seperti apa yang pernah dilakukan orde baru merupakan kerja mind pihak tertentu yang memiliki kepentingan dan kuasa yang membawa implikasi sosial secara luas pada kehidupan masyarakat Indonesia. Mind tampaknya berbahaya jika terjadi pemaksaan kebenaran terhadap pihak lain. Tetapi mind juga dapat dijadikan alat yang digunakan untuk membentengi diri terhadap berbagai wacana yang berkelindan disekeliling kita yang seringnya punya indikasi menggilas pihak lain lewat cara-cara kekerasan.

Bagaimana menangkis dan maju ditengah berbagai paradigma yang menyesatkan dan mendorong pada kesamaan yang tak menghargai keberbedaan?

Mencerna semua hal dengan berpikir kritis dan tak gegabah. Yang berbeda mesti disikapi dengan bijaksana. Saat arus massa meneriakkan,"Allahu akbar, serang yang kafir" janganlah kita ambil senjata dan bergegas serang mereka yang dicap kafir. Jangan-jangan justru kita yang kafir karena berniat membinasakan mereka yang juga manusia sama seperti kita.

Levinas sepertinya tahu manusia akan saling menyakiti lagi setelah pembantaian Nazi sehingga ia menyuarakan "Saat aku melihat mu, maka kau menjadi padu denganku sehingga kau berada dalam tanggung jawabku".

Kekerasan dapat diminimalisir tidak hanya lewat penegakan hukum, tetapi jauh lebih penting adalah bersikap cerdas lewat berpikir. Sekedar berpikirkah? Berpikir tanpa bertindak tak akan jadi apa-apa. Sekedar berpikir tanpa melawan mereka yang berlaku kekerasan juga tiada guna.

Lawan!

Lawan mereka lewat berpikir yang diwujudkan dalam bentuk tulisan, opini, demo damai, diskusi, kajian ilmiah, serta apapun bentuknya selama tidak melanggar prinsip kebebasan dan hak orang lain. Sebarkan apa yang ada dalam pikiran ke masyarakat. Jalankan apa yang menurut kita benar selama tidak melanggar kebebasan serta hak orang lain.

Hal demikian niscaya membawa perubahan dimasyarakat lambat laun serta punya implikasi menakjubkan untuk dunia sebagai tempat hidup bagi keberagaman yang tersemai indah. Karena hidup ini berbeda, maka indah. Seperti apa yang diyakini oleh ilmu Noetic; kita adalah Tuhan terhadap diri kita sendiri. Mind punya kemampuan mengubah dunia. Tidak sebatas pada perubahan subatomis suatu benda, melainkan melampaui itu.

Menceritakan Kebenaran



 http://windling.typepad.com/blog/2012/07/telling-the-truth.html
 

Pengarang lebih hebat ketimbang seorang filsuf. Ia menciptakan sebuah fiksi lengkap dengan tokoh, alur, latar dan setting. Ia mencipta dunia dan menyadari dirinya yang memulai semua cerita. Ia mengontrol jalan cerita maupun kebenaran di dalam cerita lewat komposisi kata-kata sederhana yang menjelma jadi indah dan bermakna. Ia tak lupa menyediakan ruang kosong bagi kita untuk bereaksi terhadap apa yang disuguhkan, menyentak tak sekedar akal pikiran, tetapi juga hati. Ia menawarkan rasa. Sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh seorang filsuf.

Kita bisa belajar banyak hal dari banyak sumber. Keduanya ternyata dapat berkorelasi. Atau setidaknya kita dapat menghendaki demikian. Di dalam bukunya, TRUTH; a guide for the perplexed, Simon Blackburn menganalisis mengenai kebenaran. Kebenaran merupakan sesuatu yang sensitif. Ia bisa tampak memaksa, mendorong kita untuk meyakini, mengamini kisah dibaliknya. Kebenaran seperti punya kuasa yang mampu menarik banyak orang untuk mentaatinya, menuruti maunya. Mengerikan!

Namun, kebenaran adalah sesuatu yang dicari-cari oleh manusia. Di kolong langit ini, semua manusia mencari kebenaran yang utamanya hendak dipegang sendiri demi keamanan dan kenyamanan. Saat kita menggenggam kebenaran, seringnya kita pamer kepada yang lain. Kita tunjukkan kebenaran yang kita miliki dengan harapan agar orang lain ikut masuk ke dalam cahaya kebenaran yang kita yakini. Kadang kala kita lebih agresif lagi, kita memaksa mereka yang berbeda untuk mau berpindah kepercayaan akan kebenaran ke kubu kita. Kita memaksa dengan cara apapun. Luar biasa!

Dalam perdebatan antara yang absolut dan relatif, kebenaran bisa menjadi keduanya, tergantung cara pandang kita. Yang absolut, yang universal, yang relatif ternyata berasal dari pandangan kita yang subjektif dan partikular. Dalam melihat kebenaran yang dianggap absolut kita mengabaikan diri sendiri sebagai si pelaku yang memandang dan berbuat sesuatu di dalam dunia. Kita lupa bahwa titik awal kitalah yang mempengaruhi lahirnya keberbedaan kebenaran. Keegoisan reason menepiskan diri kita yang merasakan dunia dan tiap rasa tidaklah sama satu dengan lainnya pun bertentangan dalam dirinya sendiri. Namun, kita dapat mengeliminasi itu. Menghilangkan, menyingkirkan, mengabaikan, apapun itu yang dianggap tak penting dan sesuai. Kita bermain puzzle! Membongkar-pasang bagian-bagian yang tak sesuai untuk dicari yang kiranya sesuai, tentunya selaras dengan keinginan kita.

Banyak orang bijak berkata untuk tidak melupakan sejarah. Tapi kita sering mengabaikan sejarah bahkan sejarah kita sendiri. Alasan sederhana; sejarah begitu membosankan, sesuatu yang usang dan berdebu. Tak lagi sesuai untuk masa kini. Kita menaruh sejarah dipojok rak, mendesaknya masuk ke dalam agar tak lagi tampak dan mudah untuk dilupakan. Padahal diri kita sekarang ini tak lepas dari sejarah. Kita memotong sejarah dan memungut kebenaran serta mengklaim bahwa kebenaran yang ini, yang kita genggam tidak terikat ruang dan waktu. Ia absolut, ia universal.

Mencipta fiksi
Hal menarik dari buku TRUTH adalah kata fiksi yang beberapa kali disebut oleh Blackburn. Kebenaran tak ubahnya fiksi yang kita ciptakan di dalam pikiran. Kita mencipta cerita. Puzzle yang kita punya adalah fiksi tersebut-proses mencari kebenaran. Kita adalah sutradara atas kebenaran yang ternyata merupakan fiksi. Kita membangun rumah, membangun istana dan benteng untuk melindungi diri kita dari serangan bangsa asing yang tak bernama. Kita butuh pelindung agar tempat berpijak kita tidak dirampas oleh sesuatu yang lain. Namun untuk dapat kokoh pada pijakan yang sama merupakan sesuatu yang sulit. Perlu tindakan dan pola pikir reflektif yang diikuti oleh kesadaran. Kita mesti menyadari bahwa kebenaran tak hanya satu dan kita mesti mempersilahkan yang berbeda untuk hadir. Bukan berarti kita pada akhirnya menyerah kepada kebenaran yang lain, melainkan kita belajar untuk hidup berdampingan dengan kebenaran yang lain dalam harmoni.