http://almaer.com/blog/javascript-harmony-the-js-train-is-moving
Mimpiku
jelas. Aku ingin mengulang masa lalu. Memutar waktu dan kembali kesana, ke
tempat pertama kali aku mengenal cinta yang tulus dan sederhana. Ke suatu masa
saat semuanya biasa-biasa saja. Orang-orang yang sederhana, bangunan yang
sederhana, kisah yang sederhana dan cinta yang juga sederhana. Dalam memori
otakku, semuanya berputar bagai sebuah pita film bisu. Tanpa warna, tanpa suara dan telah usang. Namun semuanya berharga bagiku.
Semuanya adalah senjakala keheningan yang kian tergerus dan akan kalah oleh
waktu yang terus-menerus. Senjakala, dalam keheningan aku meminta agar semua
rasa tak turut hilang sampai ajal datang menjemput. Aku cinta padanya…
Aku
ingat berjalan dilorong yang sama seperti dulu. Jika dahulu lorong itu
terlampau besar dan panjang untuk kulewati, kini tidak lagi. Aku pun sekarang
telah mampu melihat tanpa perlu mendongak ke balik tembok lorong bangunan itu.
Dibalik tembok masih berdiri sebuah rumah yang hingga kini tetap tak berubah bentuk
pun warnanya. Semua masih sama. Dalam setiap langkahku berjalan menyusuri
lorong tersebut, aku sendirian. Warna sekelilingku adalah abu-abu dan berkabut.
Dentingan suara musik menemaniku menyusuri awal dari keheninganku yang sendiri.
Aku berada dalam mimpi. Pasti. Semua kosong, tak ada siapa-siapa.
Saat
itu rasanya aneh sekali. Aku sendirian berjalan dengan gaun putih menjuntai dan
aku sedih luar biasa. Ada yang tampak lain saat itu. Suara musik tergantikan
oleh denting suara piano mengalun. Irama syahdu membuatku terbuai. Saat itu
pagi hari dan aku tak menemukan siapa-siapa. Tak ada siapa-siapa. Kususuri
terus sekeliling tempat ini. Oh, rasanya ingin terus disini mengulang masa
lalu. Saat aku tiap hari berjumpa dengannya dan kita bermain bersama. Aku mencintainya
sejak dulu, sejak kesederhanaan dan kepolosan menaungiku. Aku ingat suaranya
saat memanggil namaku, mengajakku bermain permainan yang selalu kita mainkan
bersama dengan yang lain, permainan anak-anak. Aku ingat tatapan malu-malunya
saat memandangku diam-diam, senyumnya tersungging menampakkan deretan gigi
kelincinya yang putih bersih. Aku ingat saat ia seringkali menggodaku dan
menjahiliku. Semua dilakukannya untuk menarik perhatianku. Aku senang bukan
kepalang karena kutahu ia juga mencintaiku. Cinta kita manis seperti permen.
Cinta kita sederhana dan tulus, khas anak-anak. Tetapi sungguh aku mencintaimu.
Dimana dirimu kini?
Dalam
film bisu hitam-putih yang sedang kujalani kini, dimanakah sosokmu? Atau sosok
yang lain yang dapat kutanyai tentangmu kini berada. Aku rindu padamu.
Sunyi.
Tak ada lambaian angin pagi yang menyapa wajah dan kulitku. Tak ada suara kicau
burung gereja menemani pagi yang mendung. Tak ada suara anak-anak tertawa
sambil menunggu bel berdentang dan pelajaran dimulai dengan doa pagi. Tak ada
suara langkah kaki yang tergesa-gesa atau rentetan deru kendaraan bermotor yang
biasa terdengar di depan bangunan ini. Kemana orang-orang?
Aku
tak takut, justru penasaran. Kususuri terus seluruh bagian yang ada pada
bangunan ini. Aku menuju lapangan tempat kami dulu mengadakan apel pagi tiap
senin. Aku sering menjadi petugas pengibar bendera. Didepan aku dapat melihatmu
yang dengan khidmat menjalankan upacara. Aku tersenyum padamu dan kaupun
begitu. Kita bertukar cinta dalam sekejap pandangan mata. Indah sekali.
Kita
jarang mengucap kata cinta, karena kita hanyalah bocah saat itu. Kita hanya dua
orang bodoh yang mengagumi satu sama lain. Cinta kita ramai seramai pasar malam
yang sering hadir didekat sekolah. Ingatkah kau dulu saat kau melambaikan
tangan kearahku dan kau melemparkan ciuman jauh padaku. Aku terkikik melihatmu
dengan yang lain karena sesaat kau lemparkan ciumanmu, kau terjatuh dari bangku
taman. Kau sungguh lucu. Semua orang menyukaimu, tetapi kuyakin rasa sukaku
yang paling besar. Dimanakah kau kini? Ada dimana dirimu dalam mimpiku yang
sedang berlangsung kini? Aku yakin ini mimpi tentang kita. Bangunan lama yang
sedang kususuri menjadi latar sempurna kisah kita. Kau pasti ada disuatu tempat
disini. Aku hanya perlu mencarimu, menemukanmu. Iya, kan?
Dalam
kehidupan nyata kutahu kita tak akan pernah bersatu. Semua kisah kita telah
berakhir. Buku yang kita tulis bersama telah usai, kisah kita semua telah
sampai akhir walau aku tak pernah rela mengakhirinya. Akan kubawa kisah kita hingga
kutiada, tak lagi ada di dunia. Seolah aku telah puas menjalani hidup yang
begini adanya, setidaknya kenanganku mengenai hidup bahagia telah terpenuhi.
Namun, saat ini aku sedang bermimpi dan aku tak ingin mengakhiri mimpiku
sebelum menemukanmu. Aku rindu padamu.
Suara
denting jam mengagetkanku. Kulihat jam menunjukkan pukul tujuh tepat dan aku
melihatmu di atas sana. Kau membelakangiku. Aku akhirnya menemukanmu. Ku
hampiri dirimu. Aku berlari tak peduli dengan gaun putih menjuntai yang
memperlambat langkahku menuju dirimu. Aku berlari dan sampai dihadapanmu,
tetapi kau belum juga menoleh padaku. Dalam balutan jas putih kau terlihat
tampan sekali. Baumu harum. Ingin rasanya aku menghambur kearahmu dan memelukmu
erat. Aku sungguh merindukanmu, cintaku.
Saat
aku perlahan mendekat, kau menoleh kearahku. Ah, Tuhan! Betapa tampan dan
sempurnanya ia. Ia sungguh-sungguh yang aku cintai selama ini. Tetapi ada yang
aneh dalam tatapannya kini. Ia tersenyum padaku, tetapi kedua matanya begitu
resah, begitu gelisah. Ada apa denganmu, sayangku? Aku tak sanggup berkata
apa-apa. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibirku. Kita hanya bertukar
pandang. Ku tahu kau menyimpan sesuatu dan berusaha menjelaskannya padaku.
Tetapi apa itu, sayang? Aku tak paham maksud pandanganku. Tatapanmu begitu
sedih, kau tampak sangat menderita. Apa yang terjadi denganmu? Tak tahukah kau
bahwa kita berada dalam labirin keheningan? Kata-kata tak berlaku disini.
Karena kata tak selalu menampakkan dirinya. Kata berwajah ganda sementara cinta
kita hanya satu adanya. Aku sungguh tak mengerti apa arti pandanganmu.
Kesedihanmu
menjadi kesedihanku juga, sayang. Rasa resahmu dapat kurasakan walau tak tahu
apa sebabnya. Aku ingin menggenggam tanganmu dan menenangkanmu. Kulihat kau
mulai menangis. Oh Tuhan, tolong bantu aku menenangkan hati sayangku ini. Aku
tak ingin melihat ia begitu sedih dan gelisah. Kujulurkan tanganku untuk meraih
tangannya, tetapi saat itu tiba-tiba keheningan tergantikan oleh ribut yang
bisu. Diujung lorong sana tampak seorang perempuan bergaun pengantin yang
diiringi oleh beberapa orang. Perempuan itu begitu bersinar dan barulah kutahu
apa arti tatapanmu itu.
Hatiku
hancur. Ini tak mungkin terjadi. Kau tak boleh dengannya. Aku mencintaimu dan
kutahu kau pun juga demikian. Tatapanmu menyiratkan penyesalan dan
ketakberdayaan. Seketika aku lemah. Dalam kebisuaan aku sekarat. Tanpa cinta
mana mungkin kudapat terus melanjutkan hidupku. Bagaimana mungkin mimpiku
mengkhianatiku sedemikian rupa. Kau seharusnya bersamaku. Seharusnya kita
bersama selamanya, bersama di dalam mimpiku.
Kau
berlalu dariku dan menghampiri perempuan itu. Dalam keheningan, tanpa kata pun
suara kita sama-sama mengutuk takdir yang tak mengijinkan cinta kita bersatu.
Aku tak sanggup melihatmu dengannya. Aku terpaku ditempatku dan tak dapat kemana-mana
sementara kau semakin menjauh.
Tuhan,
mengapa kau begitu tega. Dalam mimpi pun kau tetap tak mengijinkan kami
bersama. Bagaimana mungkin ini dapat berakhir demikian? Aku ingin berlari
menyusulnya dan kutahan ia menuju perempuan itu. Tetapi tak bisa. Kakiku tak
mau melangkah. Aku terpaku ditempatku. Tak dapat bergerak. Aku tak berdaya.
Sementara
perempuan itu telah siap dengan sebuket bunga ditangannya, sayangnya tak ada
mawar disana. Perempuan itu menunggumu yang berjalan gontai menghampirinya.
Kembalilah! Kau tak mencintainya. Kau tak dapat bersatu dengannya. Sekuat
apapun kucoba berteriak, keheningan masih menjadi temanya. Aku tak sanggup
berkata dan kupikir aku telah kehilangan cinta. Aku tak dapat berbuat apa-apa.
Dalam keheningan, isak tangisku menjadi latar yang juga tak kunjung bersuara,
hanya bisu seperti semua. Aku telah mati tanpa cintaku. Kumohon Tuhan,
bangunkan aku dari mimpi mengerikan ini. Aku tak sanggup melihatnya menuju
kesana.
Kata
seorang pencinta, menemukan cinta merupakan anugerah yang tiada terperi. Ia
dapat menjadi sumber kebahagiaan yang tiada habisnya sekaligus menjadi sumber
nestapa. Kemanakah cintaku akan bermuara kini? Saat orang yang kau cintai mesti
meninggalkanmu untuk bersama dengan orang lain, tentu hatiku hancur. Aku tak
rela. Tak akan pernah rela. Bahkan dalam keheningan yang membelenggu, aku tak
akan merelakan cintaku pergi begitu saja. Aku mencintainya dan akan selamanya
begitu. Cintaku mengejan dalam keheningan.
Tiba-tiba
semua berjalan cepat. Kau lagi-lagi mesti menunggu sementara perempuan itu kini
hilang entah kemana. Kau menunggu dalam sesal. Dapat kurasakan dari pancaran
gerak tubuhmu. Aku pun masih disini, terduduk tanpa bisa bergerak kemanapun. Air
mata terus mengalir dari kedua mataku. Aku rindu padamu. Hanya di dalam
mimpilah aku baru mendapatkan kesempatan untuk bertemu dan mencintaimu, tetapi
ternyata dalam mimpi pun kau tak ditakdirkan bersamaku.
Sebuah
tangan menjulur padaku. Gadis itu tersenyum padaku. Ya, gadis yang akan kau
nikahi tanpa cinta menghampiriku yang terisak sedih. Aku dilingkupi
kebingungan. Aku tak mengerti, sungguh. Ia meraih tanganku dan menuntun untuk
berdiri dan mengikutinya. Ia tuntun aku menuju dirimu yang enggan menoleh
kebelakang. Kau takut menatap apa pun bahkan dunia.
Aku
menatap gadis itu yang tak bersuara apa-apa namun ia masih tersenyum seperti
sebelumnya. Aku mengikuti ajakannya tanpa tahu harus berbuat apa. Saat aku
hampir dekat denganmu, ia menyentuh bahumu untuk berbalik menghadap kami. Kau
telihat kaget begitupun aku. Oh, betapa kau sungguh sangat tampan sejak perjumpaan
terakhir kita. Namun apa maksud gadis itu mempertemukan aku denganmu jika pada
akhirnya ia akan bersanding denganmu juga?
Lonceng
berdentang sekali lagi. Kabut tersibak dan alunan nada-nada lembut menjadi
latar kondisi kita sekarang. Perempuan bergaun putih yang sama denganku menarik
tanganku dan menuntunnya untuk menggenggam tanganku yang tak kusadari begitu
kaku. Pandangannya menyiratkan bahwa ia tahu kau memang mencintaiku dan begitu
pun sebaliknya. Ia menyerahkanku dan menyuruhku menggantikan tempatnya yang
akan bersanding denganmu. Kita saling bertukar pandang sesaat dalam
kebingungan. Namun sekejap saja sirna dan kita saling tersenyum.
Kau
menggenggam tanganku erat dan menuntunku menuju suara denting piano mengalun.
Tuhan, terima kasih pada akhirnya Kau mengijinkanku bersamanya walau kutahu ini
hanya dalam mimpi. Aku mencintainya dengan segenap hatiku. Apakah kita akhirnya
mengucapkan janji itu? Aku tak tahu dan tak peduli. Aku hanya tahu kau bersama
denganku sekarang dan selamanya. Dan kita berjalan menuju keheningan yang tetap
tak bersuara namun tak kunjung ragu. Kali ini kita menuju senjakala. Bersamamu
walau dalam keheningan, tak akan apa-apa selama kau bersamaku, disisiku hingga
ku membuka kedua mataku dan menyambut kebisingan sang fajar.