Selasa, 11 November 2014

Amarah Sebuah Tank



Film : Fury

Sutradara : David Ayer

Pemain : Brad Pitt, Shia LaBeouf, Logan Lerman
Produksi : Columbia Pictures, 2014

 

Kisah ini mengenai ingatan sebuah tank bernama Fury. Kisah ini mengenai lima orang prajurit Amerika yang menjadi awak Fury saat perang dunia II melawan Jerman. Kisah ini mengenai Fury dalam arti metaforis, amarah.

 

***

 

Perang Dunia masih menjadi tema yang tak habis-habis dikemas menjadi film. Beragam genre mulai dari drama, komedi, hingga action mengambil perang dunia sebagai latar waktu dan peristiwanya.  Salah satu film terbaru mengenai tema ini adalah Fury yang disutradarai dan ditulis skenarionya oleh David Ayer.

 

Kisah bermula dari betapa cemen-nya pasukan tank Amerika saat melawan pasukan tank Jerman di perang dunia II. Kekalahan demi kekalahan yang diderita AS salah satu sebabnya karena tank milik mereka kalah canggih dengan milik Jerman. Di tengah kondisi kekalahan ini, salah satu tank milih Amerika menyimpan kisah heroiknya. Fury namanya.

 

Fury sebelumnya hanya diawaki oleh Don “Wardaddy” Collier (Brad Pitt), Boyd “Bible” Swan (Shia Labeaouf), Trini “Gordo” Garcia (Michael Pena), dan Grady “Coon-Ass” Travis. Keempat orang ini adalah orang-orang yang hampir kebas membunuh musuh di medan perang. Kemudian datanglah Norman Ellison (Logan Lerman) si juru ketik yang masih bersih jiwanya dan penuh rasa kasih terhadap sesama.

 

Saat pasukan Amerika terus maju merangsek wilayah Jerman guna menumpas Nazi, mereka tak segan membantai musuh. Dalam perang, kata Wardaddy, tak kenal siapa yang benar dan yang salah. Yang ada hanyalah kita membunuh atau kita dibunuh. Tapi bagi Norman yang masih hijau di medan perang, tak tega ia mengambil nyawa orang lain.

 

Masuknya Norman dan upaya Fury untuk terus bertahan dalam perang menjadi pintu masuk tersibaknya konflik. Pergolakan batin tak cuma dialami oleh awak Fury, tapi juga Nazi. Bahkan, Hitler memerintahkan perempuan dan anak bergabung menjadi pasukan perang melawan Sekutu.

 

Meski adegan bunuh membunuh dalam perang terkesan nyata dan membuat bergidik, tapi film ini lebih kuat kesan drama. Atmosfer ketegangan psikologis mengenai apa yang benar-salah atau baik-jahat lebih terasa. Dalam salah satu adegan Wardaddy bahkan menahan tangis setelah menembak seorang prajurit Nazi yang ternyata masih bocah.

 

Film berdurasi 134 menit ini konsisten membawa pergolakan batin para awak Fury dalam tekanan psikologis. Ayer sukses membawa pesan mengenai makna perang sesungguhnya. Tidak hanya kuatnya naskah, tapi juga sokongan akting para pemain yang mumpuni.

 

Brad Pitt rupanya masih tak hilang kegemilangannya dalam membawakan peran Wardaddy. Di tengah tekanan psikologis anak buahnya, Brad Pitt sukses berdiri sebagai Wardaddy yang mesti tampil lebih kuat dan tabah dibanding anak-anak buahnya dalam menghadapi musuh. Padahal saat ia sendirian dan tanpa pengawasan, emosinya pecah juga. Konstelasi konflik dalam diri Wardaddy inilah yang sukses dilakoni Pitt.

 

Tak hanya Pitt, LaBeouf berperan sebagai prajurit perang yang memilih jalan religius untuk menguatkan dirinya juga tampil apik. Atau Lerman yang polos dalam perang menambah ketegangan konflik jiwa awak Fury. Bagaimana mereka di satu sisi mengubur harapan terhadap diri mereka sendiri, tapi disisi lain mereka menumpahkan semua amarah soal perang pada musuh. Hingga kesan brutal dan bengis yang menyisa.

 

Ikhwal perang bukan melulu soal siapa yang menang dan benar. Perang hanyalah diplomasi absurd yang digunakan penguasa untuk memuaskan hasrat menguasai pihak lain. Mereka yang menjadi alat perpanjangan tangan penguasa demi kemenangan dalam perang mesti sedia korbankan tak cuma nyawa, tapi juga jiwa. Maka saat Fury ngotot untuk tetap berjuang hingga akhir hayatnya, sesungguhnya ini juga suatu upaya memadamkan amarah mengenai perang yang belum juga berakhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar