Selasa, 11 November 2014

Semangat Membatu Film Rata-rata


 

Garuda 19; Semangat Membatu
Sutradara : Andibachtiar Yusuf
Pemain : Mathias Muchus, Ibnu Jamil, Rendy Ahmad, Sumarlin Beta
Produksi : Mizan Productions 2014

 

 

Indra Sjafri kemimpi suatu saat sepakbola Indonesia berlaga di Piala Dunia. Langkah pertama telah dijejak. Timnas U-19 berhasil menjuarai piala AFF U-19 pada 2013. Kisah ini kemudian diangkat ke layar lebar. Ide memberi semangat, eksekusi film biasa saja.

 

***

Sepanjang 2013 lalu, kita ingat, salah satu hal membanggakan diraih Indonesia adalah berhasil peroleh juara dalam AFF U-19 setelah mengalahkan Vietnam. Di tengah pusaran dualisme berebut kuasa di PSSI, anak-anak didik Indra Sjafri mampu menorehkan prestasi. Apalagi selama ini dunia sepakbola Indonesia sepi prestasi, gaduh masalah.

 

Kegemilangan Garuda Jaya yang jarang terjadi menyelipkan kisah Indra Sjafri dan tim pelatihnya mencari bibit-bibit terbaik hingga jauh ke pelosok negeri. Semua dengan biaya dan usaha sendiri. Sementara pusat tak mau peduli. Kisah inilah yang menarik hati Andibachtiar Yusuf, sang sutradara untuk mengangkat kisahnya ke muka khalayak dalam medium film. Garuda 19 sendiri diadaptasi dari buku “Semangat Membatu” karya FX Rudy Gunawan dan Guntur Cahyo Utomo.

 

Cerita dibuka dengan momen adu finalti laga final Indonesia vs Vietnam pada piala AFF U-19 di Sidoarjo. Garuda Jaya berhasil lolos final setelah berjibaku mengalahkan Korea Selatan yang dikenal jawara sepakbola asia. Kisah pun berlanjut alur mundur saat Indra Sjafri (Mathias Muchus) beserta tim pelatihnya; coach Guntur (Ibnu Jamil), coach Djarot (Puadi Redi), coach Nur Saelan (Reza Aditya), dan Adit (Verdi Solaiman) mencari bibit pemain dari Ngawi, Jawa Timur hingga Alor, NTT.

 

Perjalanan Sjafri dan tim demi mengumpulkan pemain terbaik negeri ditengah kondisi federasi yang kacau kiranya menjadi ide besar film ini dibuat. “Semangat membatu” tak cuma soal kepercayaan Sjafri di Indonesia pasti menyimpan mutiara di pelosok-pelosok nun jauh sana, tapi juga soal ke”batu'an Sjafri ingin membawa Indonesia menuju piala dunia.

 

Sayangnya, semangat membatu yang menjadi kuncian film ini tak begitu terasa. Cenderung hambar dan biasa saja. Peran keempat pelatih pendamping Sjafri terasa mengganggu. Tek tok dialog yang dilontarkan keempatnya tak asyik ditelinga. Mereka lebih tampak seolah Punakawan dalam cerita Wayang.

 

“Piala Dunia” yang sering dilontarkan Sjafri untuk membakar semangat tim mudanya juga tak menghasilkan daya greget. Belum lagi selipan cinta remaja yang dilakoni Yabes (pemuda asal Alor, NTT) dan Yazid (pemuda asal Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara) dengan pujaan hati masing-masing. Bagian mengenai romantika remaja mereka pun tak tergali dalam dan nanggung.

 

Tapi akting menawan ditampilkan oleh Rendy Ahmad, pemeran Sahrul si beck asal Ngawi, Jawa Timur. Pemuda asal Belitung ini memukau saat berakting di film Sang Pemimpi sebagai Arai. Jika pada film sebelumnya ia sukses menampilkan Arai dengan logat dan tabiat Belitung, kini Rendy menampilkan Sahrul dengan logat Jawa kental. Peralihan logat tersebut sukses dibawakan Rendy dalam film tersebut. Tampak alamiah ditengah bangunan film yang biasa saja.

 

Keseluruhan film berdurasi dua jam ini biasa saja. Meski ide dan semangat yang ingin ditampilkan bagus, tapi tak tampak dalam sajian film. Semua serba nanggung.

 

Seorang kawan pernah berujar, Film Indonesia jarang yang memiliki formula untuk menjadi sukses. Apa yang menjadi formula itu? Katanya, tidak ada formulanya. Sebuah film hanya perlu jujur dan apa adanya. Salah satunya bisa tergambar dari seberapa kuat skenario yang disajikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar