Senin, 10 November 2014

Ilusi Kehendak Bebas Setengah Manusia



Film : Robocop (2014)
Sutradara : Jose Padilha
Pemain : Joel. Kinnaman, Gary Oldman, Michael Keaton
Produksi :. Metro Goldwyn Mayern (MGM) & Columbia Pictures, 2014

Jadi imaji Amerika di tahun 2028 adalah akan laku perang dengan Iran. Entah dengan alasan apa. Pokoknya perang itu akan dilakoni oleh robot-robot canggih dimana punya kemampuan memindai seseorang berbahaya atau tidak. Jika seseorang potensial berbahaya sebab membawa senjata maka akan langsung dimatikan oleh mereka. 

Jalan-jalan di Teheran banyak robot dan setiap warga diceritakan tak keberatan dengan tiap saat dipindai demi keamanan mereka sendiri. Robot lawan manusia. Jika alurnya begini, Iran bakalan kalah telak dengan Amerika. Tak hanya angan-angan hendak perang dengan Iran, Robocop versi baru ini juga menempatkan laboratorium robot di China. Alasan Amerika, robot-robot ini dibuat demi kebijakan luar negeri Amerika.

Meski maha canggih dan efisien meminimalisir jatuhnya korban sipil dalam perang, robot tak punya kepekaan rasa. Sebagian anggota senat AS menolak penggunaan robot untuk berperang. Terancam produknya berhenti beroperasi, Raymond Sellars (Michael Keaton) pemilik perusahaan Omnicorp mesti putar otak agar penggunaan robot tak dihentikan. Sebab ia bisa jatuh bangkrut.

Hingga terbitlah ide menciptakan robot setengah manusia. Sebuah produk yang memiliki hati nurani. Penekanannya adalah,"Kau manusia karena otakmu, bukan tubuhmu." 

Bekerja sama dengan Dr. Dennet Norton (Gary Oldman), Raymond menyidik calon-calon potensial setengah cacat yang bisa diberdayakan dalam proyeknya. Terpilihlah Alex Murphy (Joel Kinnaman), seorang polisi Detroit jujur yang jadi korban pembunuhan oleh mafia setempat akibat laku lurusnya menegakkan hukum. Antara pilihan mati saja atau jadi setengah robot, istri Alex memilih suaminya dijadikan setengah robot. Maka lahirlah Robocop, transformasi Alex menjadi setengah mesin.

Film remake berjudul sama yang dibuat tahun 1987 ini tentu lebih maju dari segi sajian visual. Jose Padilha, sang sutradara tampaknya juga ingin mesin setengah manusia ini menjadi lebih humanis. Selipan drama keluarga Alex menjadi pertandanya. Pilihan Clara, istri Alex yang terpukul suaminya dalam kondisi sekarat pada akhirnya memutuskan Alex lebih baik menjadi robot saja. Toh, Alex akan tetap ingat ia dan anaknya. 

Namun, ada yang janggal dalam proses pilihan Clara yang ditampilkan Padilha. Geng Omnicorp yang punya kepentingan murni ekonomi, meyakinkan bahwa adalah baik bagi suaminya hidup jadi robot ketimbang mati begitu saja. Maka Clara mesti berterima kasih untuk itu.

Tak cuma soal persuasi yang dilakukan Omnicorp, Norton pun menyetting otak Alex agar seolah-olah dirinyalah yang mengendalikan mesin. Padahal sebaliknya. Norton menyebutnya, Ilusi Kehendak Bebas. Tindakan-tindakan Alex selaku robot dalam memedangi kejahatan sesungguhnya adalah gerak mekanik yang diciptakan Norton. Bukan karena Alex yang menghendaki itu, meski ia polisi jujur.

Argumen yang hendak dibangun oleh Padilha untuk film berbugdet US$ 100 juta ini absurd. Banyak harapan Amerika yang tampaknya sengaja disisipkan Padilha. Seperti soal ambisi Amerika hendak meluluhlantakkan Iran atau mendirikan laboratorium semi militer di China. Kemudian juga soal persuasi duet yang dilakukan oleh Omnicorp dengan sebagian politisi bahwa tujuan mereka baik. Buktinya adalah Robocop, produk berhati nurani yang memberantas kejahatan.

Tetapi Padilha juga menyadari, sebuah film selalu butuh chaos. Robocop yang disetting memberantas kejahatan, akhirnya mengubah misi menguak misteri upaya pembunuhan terhadap dirinya sendiri. Alex memberontak. Si robot memilih untuk membalas dendam. Gelembung sabun ilusi kehendak bebas meletus. Menandakan bagaimanapun di dalam perangkat mesin canggih Alex masih memiliki pilihan untuk dirinya sendiri, menjadi manusia.

Dan film Hollywood hampir selalu menyajikan kemenangan dalam kekacauannya sendiri. Karena dari sana akan lahir pahlawan baru yang patut dielu-elukan. Robocop jadi pahlawan tak sekedar karena ia melawan kejatahan di jalan-jalan Detroit, melainkan juga karena melawan keterbatasan dirinya sendiri. Film ini pun ditutup dengan pernyataan arogan Pat Novak, pembawa acara kenamaan Amerika,"America is now and always be great country in this world."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar