Jumat, 14 November 2014

Peran Ulama Santri dalam Sejarah Kemerdekaan Indonesia




Buku : Laskar Ulama-Santri & Resolusi Jihad; Garda Depan Menegakkan Indonesia 1945-1949

Penulis : Zainul Milal Bizawie

Penerbit : Pustaka Compass, Tangerang, xxxii + 420 hal

 

 

Versi lain sebuah rekonstruksi sejarah menegakkan kemerdekaan di bumi Indonesia. Buku pertama dari trilogi sejarah Mata Rantai Ulama-Santri dalam kiprahnya melawan penjajah. Ditulis oleh Zainul Milal Bizawie yang tumbuh kembang dalam tradisi NU. Sebuah sejarah yang tak lekang kepentingan.

 

 

Buku-buku sejarah yang kadung terbit mengenai Indonesia hampir tak pernah membahas secara komprehensif peran ulama-santri. Yang banyak dijumpai biasanya soal peran raja atau tokoh penting dalam suatu kerajaan pun organisasi. Sementara peran tokoh agama, hampir pasti tak disinggung di dalamnya.

 

Padahal, dalam buku-buku seperti Babad Tanah Jawi hingga telaah antropologis Clifford Geertz, secara implisit pun eksplisit memaparkan kehidupan masyarakat Jawa khususnya yang tak lekang pengaruh tokoh agama. Dalam perang melawan VOC di tanah Jawa yang diinisiasi oleh dua kerajaan besar Islam – Mataram dan Banten – dibaliknya ada jejak ulama yang memberikan pendapat kepada raja pun turun langsung ke medan laga.

 

Bahkan, paska perang Pangeran Diponegoro, perlawan terhadap penjajah bergeser ke pesantren hingga membangun jaringan ulama-santri dan antar pesantren. Setelah ditangkapnya Pangeran Diponegoro adalah para ulama-santri yang meneruskan perjuangannya. Sebut saja Kyai Abdus Salam Jombang, Kyai Umar Semarang, Kyai Abdurrauf Magelang, Kyai Yusuf Purwakarta, Kyai Muta'ad Cirebon, Kyai Hasan Besyari Tegalsari Ponorogo dan muridnya Kyai Abdul Manan Pacitan serta lainnya. Mereka ini menjadi simpul-simpul yang membentuk jejaring ulama di Nusantara hingga menjadi benteng utama perjuangan menegakkan Indonesia. Nahdatul Ulama (NU) menjadi jam'iyah terbesar di Nusantara.

 

Tak pelak saat dicetuskan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945, jejaring ulama santri ini massif menggalang kekuatan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tak hanya pengobar semangar ulama-santri, Resolusi Jihad juga menyasar pemerintah agar tegas dalam menentukan sikap mempertahankan kedaulatan NKRI.

 

Batas akhir Resolusi Jihad yang diserukan adalah ketika kedaulatan Republik Indonesia diakui Belanda. Peristiwa ini terjadi pada 19 Desember 1949 saat berlangsung Konferensi Meja Bundar. Sebab tujuan resolusi jihad tersebut adalah diakuinya kedaulatan dan teguhnya RI.

 

Buku setebal 240 hal ini boleh disebut sebagai upaya Milal yang besar dalam tradisi NU untuk menghadirkan yang tercecer dalam kisah sejarah perjuangan Indonesia. Jika selama ini tak ada penulis sejarah yang mengulas mengenai peran ulama-santri dalam kemerdekaan Indonesia, boleh jadi karena peran mereka tak dominan atau bahkan diingkari. Karena sejarah adalah soal siapa yang menyusun dibelakangnya dan demi kepentingan apa.

 

Kiranya Milal menyadari betul bahwa sejarah bukanlah gelar kisah masa lalu yang bisa objektif an sichdengan meghadirkan semua pelaku. Sejarah adalah soal perspektif dengan menyodorkan meotodologi seketat mungkin untuk menghadirkan kebenaran. Tetapi mengenai kebenaran itu sendiri, Nietzsche punya pandangannya, truth is for down the list of the things that are important to man and society.

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar